Liputan6.com, Washington, DC - Di mana Donald Trump? Demikian pertanyaan yang muncul pada Kamis 10 November lalu kala pertama kalinya miliarder nyentrik itu mengunjungi Washington DC sebagai presiden terpilih.
Dikutip dari ABCNews, Senin (14/11/2016), Trump dan orang-orang terdekatnya menolak membawa rombongan pers bersamanya ke DC. Langkah itu dianggap memecahkan tradisi protokol media dan membuat jurnalis khawatir akan masa depan mereka dalam melaksanakan tugas jurnalistik soal pemerintahan AS di bawahnya.
Advertisement
"Kami tidak diberikan informasi atau akses apapun oleh transisi Trump. Mereka tak menjawab email-email dari saya-- sehingga saya harus mengatakan bahwa Gedung Putih yang membutuhkan informasi itu," kata reporter dari Politico.
Asosiasi Koresponden Gedung Putih mengkritik keputusan Trump dan kroninya untuk tidak membawa media. Mereka mengatakan keputusan itu membuat "warga Amerika Serikat buta" di momen kritis nasional itu.
"Asosiasi Koresponden Gedung Putih sangat mengkhawatirkan keputusan presiden terpilih Donald Trump menolak bepergian dengan reporter khusus Gedung Putih kala kunjungan bersejarahnya ke Washington," tulis pernyataan Asosiasi.
"Keputusan itu telah melanggar tradisi yang telah berlangsung puluhan tahun dan prinsip Amandemen Pertama, sehingga membuat warga AS 'buta' dengan momen nasional ini," kata per Jeff Masson, ketua koresponden dalam pernyataannya.
"Reporter khusus atau dikenal dengan 'protective pool', sudah bersiap dengan segala tugasnya untuk meliput presiden terpilih Trump. Kami meminta Trump untuk tidak melanggar tradisi, memperbolehkan mereka bekerja termasuk berada di dalam mobil iring-iringan, pertemuan, dan interaksi lainnya. Dengan tidak memperbolehkan pool of journalists dalam perjalanan bersama dan meliput presiden AS selanjutkan adalah sangat tidak dapat diterima," lanjut pernyataan Mason.
Juru bicara presiden terpilih pun tak bisa dihubungi terkait hal itu.
Sudah bukan rahasia lagi kalau Trump memiliki hubungan buruk dengan media. Selama kampanye presiden, Trump secara rutin mencela media dan menginstruksi pendukungnya berteriak 'boo' kepada para reporter yang meliput kampanyenya. Akibatnya, para wartawan mendapat perlakuan buruk dari para pendukung Trump.
Trump tak pernah memanggil nama jurnalis dengan nama. Ia akan menyebut mereka 'bajingan', 'menjijikan', dan bersumpah akan melibas 'crooked media'.