Liputan6.com, Jakarta - Konglomerat Indonesia didorong untuk lebih banyak berinvestasi di bidang teknologi. Pasalnya jika bidang tersebut berkembang dengan baik, bisa membuahkan keuntungan yang tak kalah menarik dari bisnis real estate, manufaktur, dan produk konsumen.
Diungkapkan oleh Chief Executive Officer (CEO) Plug and Play, Saeed Amidi, kehadiran Plug and Play Indonesia sebagai akselerator startup di Indonesia diharapkan dapat mendorong konglomerat untuk lebih banyak berinvestasi di bidang teknologi. Ia pun mendorong para konglomerat untuk berani berinvestasi di bisnis startup.
Baca Juga
Advertisement
"Kami akan mengedukasi para konglomerat untuk memiliki divisi teknologi dan divisi investasi. Dari sana mereka akan melihat bahwa dengan unicorn (startup dengan valuasi lebih dari US$ 1 miliar), mereka bisa menghasilkan uang di luar real estate, manufaktur dan produk konsumen," tutur Amidi saat ditemui di Jakarta, Senin (14/11/2016).
Menurutnya, jika Plug and Play Indonesia berhasil menggaet 10 konglomerat, menciptakan platform teknologi yang besar bukanlah impian belaka. "Kita bisa menciptakan platform terbesar di Asia Tenggara, bahkan (Indonesia) bisa mengalahkan Singapura," sambung Amidi.
Di sisi lain, ia berharap pemerintah juga turut membantu perkembangan startup. Setidaknya, ia ingin regulasi yang ada tidak mempersulit proses investasi.
"Kami rasa pemerintah harus membuat regulasi untuk mempermudah orang-orang berinvestasi di startup untuk membantu pertumbuhan startup. Kami juga sangat terbuka bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk universitas, pemerintah dan korporasi," jelas Amidi.
Ia pun mengingatkan para startup untuk tidak cepat menyerah. Jatuh bangun dalam sebuah usaha, bukan alasan untuk berhenti bekerja keras. Mencoba sesuatu yang baru dan menantang, menurut Amidi, memang lebih beresiko, tapi tidak lantas harus menyerah begitu saja.
"Jika kalian menghabiskan banyak uang dan gagal, kadang kalian merasa malu. Tapi sebenarnya kalau kalian tidak gagal. Artinya, kalian tidak mencoba sesuatu yang baru. Jadi kami pikir, jika usaha pertama gagal, kami mendukung pengusaha itu untuk memulai sebuah perusahaan baru lagi dan kembali berinvestasi," ungkap Amidi.
(Din/Why)