Liputan6.com, Cirebon - Produk kerajinan tangan Cirebon tak lepas dari hasil alam yang ada di sekitarnya. Ini yang menjadi ciri khas warga Cirebon di masing-masing wilayah.
Namun, kondisi ini berbeda dengan warga Desa Tegal Wangi, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Meski tak memiliki hutan, sebagian besar warga di desa ini hidup dari kelihaian tangan mereka mengayam hasil alam rotan.
Penggagas Kampung Galmantro, Cirebon, Sumartja menuturkan, menurut legenda asal muasal berdirinya desa perajin rotan dari peristiwa lamaran Pangeran Kejaksan Cirebon kepada pendiri Desa Tegalmantro (sekarang Desa Tegal Wangi) Cirebon.
"Seiring berdirinya Cirebon abad 15 juga berdiri padukuhan atau perkampungan namanya Tegalmantro yang sekarang Tegal Wangi," ucap dia saat acara International Rattan Forum (IRF) di Cirebon, Senin, 14 November 2016.
Legenda Rakyat
Dia menuturkan, padukuhan Tegal Wangi didirikan Nyi Mas Galmantro, sosok perempuan desa yang cantik. Kecantikan Nyi Mas Galmantro membuat hati Pangeran Kejaksan terpikat, sehingga muncul keinginan untuk melamarnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, Pangeran Kejaksan melamar Nyi Mas Galmantro dengan mas kawin sejumlah rotan. Hanya saja, saat melamar, rotan yang dijanjikan oleh Pangeran Kejaksan Cirebon kurang dua batang, sehingga lamaran pun ditolaknya.
Baca Juga
Advertisement
"Jumlah rotan yang dijadikan mahar untuk lamaran saya belum dapat data pasti karena ini masih legenda rakyat, tapi menjadi keyakinan masyarakat untuk hidup dari rotan," ujar dia.
Penolakan Nyi Mas Galmantro tersebut diterima lapang dada oleh Pangeran Kejaksan. Namun, tak serta-merta sang pangeran pergi begitu saja setelah lamaran ditolak.
Dia mengisahkan, setelah ditolak, Pangeran Kejaksan Cirebon pergi dan meninggalkan rotan untuk masyarakat desa tempat Nyi Mas Galmantro Tinggal. Sebelum meninggalkan desa, Pangeran Kejaksan berucap, "Rotan saya tinggalkan di sini untuk penghidupan anak cucu panjenengan (kalian)."
Rotan Sumber Penghidupan
"Rotan pun dikelola masyarakat sekitar, sehingga jadilah sumber kehidupan masyarakat. Itu kenapa alasan sampai saat ini warga Desa Tegal Wangi bertahan hidup dari rotan, padahal tak punya hutan," kata Sumartja.
Sejak itulah, kerajinan rotan mulai berkembang hingga akhirnya menjadi salah satu furnitur unggulan kerajaan di Cirebon. Dia menyebutkan, di era Kerajaan Cirebon, mulanya hasil rotan digunakan tikar lampit.
Sekitar dekade 1930-an, perajin mulai membuat kursi dari rotan. Memasuki tahun 1950-an, warga Cirebon mulai merantau ke daerah penghasil bahan mentah rotan di Palembang, Medan, Kalimantan dan Sulawesi.
"Kerajaan Cirebon juga banyak yang pakai rotan, tapi tidak sepenuhnya furnitur rotan. Berpadu saja dengan furnitur kursi kayu jati dengan rotan di anyamannya," sebut Sumartja.
Hingga saat ini, masyarakat Desa Tegal Wangi Kabupaten Cirebon masih bertahan hidup dari hasil kerajinan rotan. Bahkan, dari hasil kerajinannya itu, Cirebon dianggap penghasil terbesar industri rotan.
"Saat ini industri rotan Cirebon masih urutan pertama mengirim 1.750 kontainer per bulan untuk tahun 2015-2016. Tahun 1990 sampai 2000 mencapai 3.000 kontainer, mulai jatuh tahun 2005 sejak ekspor bahan baku," sebut dia.
Salah seorang pengusaha ekspor rotan Cirebon Zaenal Arifin menyampaikan, sejumlah pengusaha rotan di Cirebon sepakat menjadikan Desa Tegal Wangi sebagai salah satu destinasi wisata di bidang kerajinan rotan.
Desa Wisata Rotan
"Kami membuat kampung rotan untuk menjadi desa wisata rotan. Namanya Kampung Galmantro yang diambil dari sejarah asal usul desa ini," ujar Sumartja.
Dia menjelaskan, nama Galmantro diambil agar masyarakat tidak lupa bahwa di desa tersebut memiliki kerajinan yang luar biasa. Pihaknya tidak ingin Desa Tegal Wangi menjadi desa kenangan rotan.
"Lingkungan itu harus dibuat merasa memiliki semua dan eksis. Yang bisa mengawal ya masyarakat dan industri," ucap dia.
Sumartja mengatakan, di Desa Wisata Galmantro ini, masyarakat sekitar terlibat. Di desa tersebut selain berwisata, terdapat fasilitas pelatihan menganyam rotan, sekolah rotan hingga fasilitas internet.
"Teman-teman dari perbankan juga siap membantu permodalan dan dari sisi digitalisasinya masuk untuk membantu masyarakat berjualan online," tutur dia.
Ide awal adalah membuat Kampung Galmantro agar menjadi episentrum kerajinan rotan, sehingga tak pernah dilupakan. "Otomatis akan mendongkrak pertumbuhan usaha rotan di tingkat lokal yang selama ini masih dilihat sebelah mata," penggagas kampung rotan tersebut memungkasi.