Liputan6.com, Abuja - Pemberontakan kelompok Boko Haram yang dimulai sejak 2009 telah melumpuhkan sektor pertanian dan perdagangan di timur laut Nigeria. Fenomena tersebut menyebabkan 14 juta orang sangat bergantung kepada bantuan kemanusiaan.
Dalam pernyataannya pada Selasa kemarin, PBB mengatakan bahwa 75.000 anak berisiko kehilangan nyawa dalam "beberapa bulan" menyusul terjadinya krisis pangan. Seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (16/11/2016) Koordinator Kemanusiaan PBB, Peter Lundberg menyebutkan bahwa krisis berkembang dengan kecepatan tinggi.
Advertisement
"Terdapat 14 juta orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan pada 2017. Dari jumlah tersebut 400.000 di antaranya anak-anak yang sangat membutuhkan bantuan sementara 75.000 lainnya dapat meninggal dunia dalam beberapa bulan ke depan," jelas Lundberg di Ibu kota Nigeria, Abuja.
PBB diharapkan dapat menyalurkan bantuan kepada setengah dari 14 juta orang sementara sisanya akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan Nigeria. Namun ditambahkan Lundberg, PBB tidak memiliki cukup dana untuk mengatasi krisis. Ia pun mendesak mitra internasional, sektor swasta, dan para dermawan Nigeria untuk "bergandengan tangan" menangani persoalan tersebut.
"Kita hanya bisa mengatasi situasi ini bersama-sama," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Nigeria, Muhammadu Buuhari berhasil memukul mundur Boko Haram dari sejumlah wilayah. Namun terjadi eskalasi serangan yang lebih brutal di mana korban tewas mencapai 20.000, 2,6 juta orang mengungsi sementara kelaparan semakin menjadi-jadi.
Di Maidugur, ibu kota negara bagian Borno yang menjadi tempat kelahiran Boko Haram jumlah pengungsi melonjak dua kali lipat. Orang-orang dikabarkan lebih memilih untuk mencari perlindungan di kamp-kamp pengungsian.
Meski World Food Programme telah mengeluarkan peringatan bahwa telah terjadi krisis kelaparan, namun hingga kini PBB belum merilis situasi darurat tingkat tiga. Itu adalah klasifikasi untuk krisis terparah sehingga akan menarik lebih banyak perhatian juga bantuan yang sangat dibutuhkan Nigeria.
"Respon kemanusiaan belum ditingkatkan secara memadai untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, terutama di kamp-kamp pengungsi yang terletak di lokasi terpencil di timur laut," jelas seorang analisis intelijen di perusahaan konsultan Africa Practice, Roddy Barclay.
"Militer Nigeria telah mencapai keberhasilan penting terkait dengan Boko Haram, namun bukan berarti mereka telah menstabilkan wilayah ini sepenuhya," imbuh Barclay.
Menurut Barclay pergerakan Boko Haram di wilayah-wilayah terpencil tetap berisiko tinggi.
Sementara itu, Ryan Cummings, direktur di perusahaan intelijen, Signal Risk mengatakan bahwa skala bencana kemanusiaan yang terjadi di Nigeria terlalu dianggap remeh.
"Ada sekitar satu juta orang yang masih hidup dalam kondisi yang sulit diakses karena isu keamanan," kata Cummings.
Zona-zona yang dimaksud oleh Cummings adalah perbatasan Nigeria dengan sejumlah negara seperti Niger, Kamerun, dan Chad.