Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri telah menetapkan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Ahok juga dicegah bepergian ke luar negeri.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, penetapan tersangka Ahok adalah preseden buruk bagi promosi pemajuan kebebasan beragama atau berkeyakinan di Tanah Air.
Advertisement
Menurut Hendardi, penegakan hukum atas dugaan penodaan agama, tidak sepenuhnya dijalankan dengan mematuhi prinsip due process of law
atau proses penegakan hukum yang benar dan adil.
"Penggunaan Pasal 156a jo Pasal 28 (1) UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik di tengah kontestasi politik Pilkada DKI, menegaskan bahwa Ahok terjebak pada praktik politisasi identitas yang didesain oleh kelompok-kelompok tertentu," ucap Hendardi di Jakarta, Rabu (15/11/2016).
Kendati, lanjut Hendardi, apa pun keputusan Polri adalah produk institusi penegak hukum, yang harus diapresiasi dan dihormati. Apalagi telah dilakukan secara terbuka dan akuntabel.
"Putusan Polri juga menunjukkan Jokowi yang selama ini dituduh melindungi Ahok dan mengintervensi Polri sama sekali tidak terbukti," ucap Hendardi.
Karena itu, Hendardi melanjutkan, demonstrasi yang rentan mengundang gangguan keterlibatan dari pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, bisa dihentikan.
"Meski putusan ini tidak kontributif pada pemajuan kebebasan beragama atau berkeyakinan, putusan Polri ini akan berkontribusi pada penguatan stabilitas politik dan keamanan Republik Indonesia," kata dia.
"Karena secara paralel, putusan ini akan mencegah hadirnya kekuatan-kekuatan lain, dengan agenda berbeda dari kelompok yang memanfaatkan kemarahan publik atas Ahok jika tidak ditetapkan menjadi tersangka," pungkas Hendardi.