Ketua KPK Sentil Rangkap Jabatan Komisaris di BUMN

Sebab, komisaris-komisaris yang rangkap jabatan itu membawa konflik kepentingan ketika perusahaan mereka ikut lelang di Kementerian PUPR.

oleh Oscar Ferri diperbarui 16 Nov 2016, 21:01 WIB

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyentil soal jabatan yang diemban komisaris di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)‎. Kata Agus, sejumlah komisaris di perusahaan BUMN, khususnya bidang konstruksi, dijabat juga oleh orang dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Kata Agus, dulu sewaktu dirinya masih menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), menerima banyak keluhan soal komisaris perusahaan konstruksi BUMN. Terutama dari sejumlah lembaga internasional, termasuk Bank Dunia.

Sebab, komisaris-komisaris yang rangkap jabatan itu membawa konflik kepentingan ketika perusahaan mereka ikut lelang di Kementerian PUPR.

"Diangkat jadi komisaris (perusahaan) konstruksi BUMN. Tapi kemudian dia ikut lelang di Kementerian Pekerjaan Umum. Kan itu secara jelas menyalahi prinsip rasionalitas maupun logika. Ada conflict of interest," kata Agus di Hotel Sahid Jaya, Rabu (16/11/2016).

Dia menjelaskan, soal rangkap jabatan itu jelas diatur dalam UU Pelayanan Publik. Dilarang ada seorang PNS merangkap jabatan di tempat lain. Apalagi merangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan BUMN.

"Di UU Pelayanan Publik, sebetulnya seorang PNS tidak boleh merangkap jadi komisioner perusahaan. Ini jadi perhatian kita, artinya mari kita selesaikan reformasi birokrasi kita," ucap Agus.

Karenanya, KPK ingin sekali perusahaan-perusahaan BUMN menjadi role model good coorporate governance bagi perusahaan lain. Sebab, sampai sekarang keinginan itu belum terwujud.

"Kita harapkan teman-teman (Kementerian) BUMN bisa bina (perusahaan BUMN) untuk ini. Role model yang kita inginkan belum terjadi," ujar Agus.

Tak dimungkiri, dia melanjutkan, salah satu penyebab belum bisanya perusahaan ‎BUMN jadi role model karena sistem posisi komisaris yang dijabat rangkap oleh pihak lain.

"Satu saja kita ingin garis bawahi, kalau pemerintah ingin kendalikan BUMN mungkin bisa di pengawasan internalnya, bukan dengan menaruh komisaris," ucap Agus.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya