Liputan6.com, Pyongyang - Berkurangnya harta rezim Kim Jong-un jadi sumber kekhawatiran dunia. Sebab, bisa jadi Korea Utara akan menempuh berbagai cara untuk mendapatkan devisa, termasuk menjual informasi soal senjata nuklirnya.
Apalagi, baru-baru ini ada rencana kunjungan para ilmuan dan tentara Iran ke Pyongyang. Diduga mereka akan mengobservasi kepiawaian Korut dalam hal senjata nuklir. Bisa jadi, Teheran berencana membelinya.
Advertisement
Kedatangan mereka bakal 'dijamu' dengan uji coba misil balistik tepat di hari presiden terpilih AS, Donald Trump, secara resmi berada di Gedung Putih pada Januari mendatang. Demikian seperti dikutip dari CNBC, Kamis (17/11/2016).
Tamu istimewa dari Iran itu diduga turut menyaksikan peluncuran tersebut dan berencana membeli program nuklir Korut.
Rencananya, uji coba akan melucurkan nuklir Musudan atau BM-35 misil yang mampu menyerbu target sejauh 3.500 kilometer. Itu berarti bisa mencapai wilayah teritorial AS di Pasifik, yaitu Guam.
Hubungan militer yang terjalin erat antara Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK)-- nama resmi Korut-- dan Iran luput dari perhatian semenjak dua dekade lalu. Pada masa lalu, kedua negara secara aktif bertukar teknologi rudal balistik dan pengetahuan.
Namun persahabatan tersebut 'hancur' ketika AS mencoba untuk memulihkan hubungan yang renggang dengan Teheran -- di tengah maraknya provokasi rudal nuklir dan balistik Korut.
Kendati demikian, para ilmuwan Iran dan perwira militer telah dilaporkan mengamati perkembangan uji coba rudal dan nuklir Korea Utara selama 20 tahun terakhir.
Hubungan keduanya berawal dari Perang Irak-Iran di tahun 1980-an. Kala itu, Korut mensuplai Iran dengan ratusan misil balistik. Hubungan berlanjut hingga 1990-an.
"Pyongyang dan Teheran bisa saja dapat berbagi data uji secara terbatas dan melakukan perdagangan ide konseptual," kata Michael Elleman, seorang ahli program rudal balistik Iran dari International Institute for Strategic Studies Middle
East.
"Tapi ada sedikit bukti yang menunjukkan dua rezim terlibat dalam kolaborasi terkait rudal, atau mengejar program pengembangan bersama."
Sementara, Jeffrey Lewis, direktur East Asia Nonproliferation Program di Middlebury Institute of International Studies menunjukkan kesamaan tidak hanya antara nuklir Korea Utara dan Iran seperti No-dong dan Shahab tetapi juga pilihan desain yang sama.
Di desain itu, kedua negara sama-sama memasukkan nuklir ke dalam roket peluncuran.
Salah satu contoh seperti transfer teknologi diduga terungkap awal tahun ini ketika Korea Utara menguji mesin roket baru yang menggabungkan teknologi Iran.
Sebagai tanggapan, Departemen Keuangan AS memberikan sanksi pada sejumlah individu yang terkait dengan program rudal balistik Iran.
"Kita tahu bahwa ada sebuah kolaborasi yang cukup kuat," kata Lewis.