Sri Mulyani: RI Masih Punya Masalah dengan APBN

Kondisi APBN Indonesia mengalami estimasi berlebih (over estimate) pada periode 2014-2015.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Nov 2016, 10:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan perekonomian Indonesia masih dalam kondisi sehat sampai dengan saat ini. Meski di balik pertumbuhan yang positif, Indonesia diakhui masih memiliki masalah di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Secara umum, pertumbuhan ekonomi kita masih sehat di 2016. Diperkirakan ekonomi nasional bertumbuh 5 persen sampai akhir tahun ini walaupun Indonesia punya masalah agak khusus, yakni APBN," kata Sri Mulyani saat acara Diskusi Ekonomi Indonesia Menyongsong 2017 di SCTV Tower, Jakarta, Kamis malam (17/11/2016).

Lebih lanjut Sri Mulyani bercerita, kondisi APBN Indonesia mengalami estimasi berlebih (over estimate) pada periode 2014-2015. Postur APBN disusun dengan jumlah yang sangat tinggi dan hal ini terus berlangsung hingga 2016.

"Jadi kita melakukan koreksi APBN supaya menjadi lebih kredibel, konsisten, dan suistanable. Pak Jokowi menyesuaikan APBN dengan pemotongan anggaran Rp 165 triliun karena penerimaan pajak akan shortfall Rp 219 triliun," Sri Mulyani menjelaskan.

Dengan pemangkasan belanja ini, dia mengakui, ekonomi Indonesia masih mampu bertumbuh 5,04 persen hingga kuartal III-2016. Pertumbuhan konsumsi domestik masih sehat, inflasi terjaga dengan prediksi 3,7 persen di sepanjang periode ini, serta pertumbuhan investasi mendekati 5 persen.

"Dua tahun ini fiskal sudah bekerja, karena belanja diarahkan pada yang lebih efisien sehingga bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi. Investasi pada sumber daya manusia, pendidikan, kesehatan yang fokus pada infrastruktur dan transfer ke daerah sehingga terjadi keseimbangan ekonomi," cetus Sri Mulyani.  

Belanja transfer ke daerah, dia mengatakan, meminimalkan dampak pelemahan harga komoditas. Kondisi tersebut merupakan pukulan telak bagi daerah-daerah di Tanah Air yang merupakan penghasil sumber daya alam atau komoditas, seperti Kalimantan dan Papua.

"Harga CPO, batubara, dan komoditas lainnya mengalami penurunan harga. Yang paling parah Kalimantan dan Papua, tapi transfer ke daerah melalui APBN dapat meminimalkan dampak pelemahan itu," ucap Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.(Fik/Nrm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya