Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan bahwa jaminan produk halal menjadi bagian perlindungan pemerintah terhadap masyarakatnya. Pelaku usaha mikro juga tidak perlu khawatir karena pemerintah mengupayakan agar sertifikasi berbiaya rendah.
Menurut Sekjen Kemenag [Nur Syam,](Nur Syam "") ada tiga skema penganggaran yang akan dilakukan pemerintah. Skema pertama, pembiayaan yang bersumber dari APBN. Skema kedua, bersumber dari subsidi silang perusahaan besar yang memiliki kepedulian terhadap ini. Skema ketiga dari masyarakat.
Advertisement
"Jadi ada tiga sumber pendanaan untuk JPH ini. Jadi masyarakat tidak perlu khawatir akan tercekik dengan regulasi ini," jelas Nur Syam, seperti dikutip dari situs resmi Kemenag, kemenag.go.id, Minggu (20/11/2016).
Menurut Nur Syam, besaran biaya yang dibutuhkan sangat tergantung pada spesifikasi produk dan tingkat kerumitan proses sertifikasi. Produk yang rumit dan membutuhkan ahli, tentu beda dengan produk yang lebih mudah sertifikasinya
"Kalau makanan lebih mudah dibanding kosmetika dan obat-obatan. Karenanya tentang biaya sangat tergantung pada jenis barang dan produk yang akan disertifikasi," ujar dia.
Nur Syam mengaku bahwa besaran biaya tidak diatur dalam UU Jaminan Produk Halal. Namun demikian, masalah tersebut nantinya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah atau di PMA.
"Kita ingin jangan sampai UU JPH ini justru memberatkan produsen. Jangan sampai kalangan usaha menengah kecil dan mikro menjadi semakin berat, itu tentu tidak kita inginkan," ujar dia.
"Jika APBN terbatas dan tidak memungkinkan, kita ada skema dari subsidi silang dan skema dari masyarakat. Ini disiapkan dalam ranga membantu unit usaha kecil yang memerlukan sertifikasi tapi terkendala anggaran," pungkas Nur Syam.