130 Ilmuwan Ini Bertugas 'Menjaga' Kim Jong-un Tetap Hidup

Pola makan yang berantakan membuat Kim Jong-un menderita penyakit kardiovaskular dan diabetes.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 21 Nov 2016, 15:08 WIB

Liputan6.com, Pyongyang - Isu kesehatan Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un beberapa kali menjadi sorotan dunia. Teranyar, ia dilaporkan memiliki sebuah tim yang terdiri dari 130 ilmuwan. Tugas mereka, "menjaga" Kim Jong-un tetap hidup.

Seperti dilansir Daily Mail, Senin (21/11/2016) kabar tersebut terkuak berdasarkan pengakuan dari seorang pembelot, Hyeong-soo Kim. Pria itu melarikan diri dari Korut pada tahun 2009.

"Terdapat 130 peneliti yang berasal dari Departemen Teknik dan Medis, Kim Il-sung University. Juga ada pusat informasi penelitian yang terdiri dari diplomat atau peneliti yang datang dari berbagai universitas asing," ujar Kim.

"Lembaga ini dijaga 24 jam dan juga dikelilingi dinding setinggi empat meter yang dialiri listrik," ungkapnya.

Kim lebih lanjut mengatakan bahwa Longevity Institute telah bekerja secara misterius demi tujuan tunggal mereka, menjaga kesehatan sang pemimpin. Ia sendiri telah bekerja di lembaga itu sejak era pemerintahan, Kim Jong-il.

Kim Jong-un yang merupakan kelahiran 1983 itu diketahui menjalankan gaya hidup tak sehat. Ia merupakan penggemar makanan cepat saji, keju Prancis, dan sederet makanan berlemak lainnya.

Kebiasaannya menyantap makanan lezat nan berlemak ini membuat bobot tubuhnya naik cukup drastis sejak ia menjabat sebagai orang nomor satu di Korut.

"Mereka bertugas mengembangkan produk makanan karena Kim Jong-un memiliki penyakit kardiovaskular dan diabetes," jelas Kim.

Kondisi Kim Jong-un ini kurang lebih ternyata sama dengan yang dengan yang dialami sang ayah. Keduanya menderita kelebihan berat badan sehingga penelitian di tempat itu telah berlangsung sejak bertahun-tahun lalu.

"Kedua Kim menderita obesitas, jadi mereka diawasi dan diteliti di mana kondisi ini sebenarnya sulit ditemukan di Korut. Karena selama ini yang diteliti adalah penderita gizi buruk," kata Kim.

Fakta bahwa warga Korut lebih banyak yang menderita gizi buruk dibanding obesitas ini membuat para peneliti kesulitan melakukan riset. Mereka pun terpaksa memata-matai orang asing yang juga mengalami obesitas demi menambah pengetahuan.

"Bahkan diplomat asing atau koresponden yang datang ke Korut sebenarnya diteliti. Orang-orang ini tidak tahu jika mereka dipelajari," imbuhnya.

Semasa bekerja di institut tersebut, Kim terikat kontrak yang mengharuskannya tutup mulut atas berbagai peristiwa yang terjadi di sana. Namun pasca-membelot ke Korea Selatan ia merasa aman dan bebas bicara.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya