Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap pemerintah segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi Undang-Undang. Adanya Undang-Undang ini akan memperjelas status dan biaya aset dari sebuah kasus korupsi.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, aset hasil tindak korupsi yang disita oleh KPK atau institusi terkait lainnya membutuhkan anggaran perawatan selama belum ada kejelasan mengenai statusnya. Semakin tinggi nilai dari aset tersebut, biaya perawatannya pun semakin besar.
Advertisement
"Kita di perjalanan, sering barang itu pemeliharaannya memerlukan uang tidak sedikit. Oleh karena itu kalau mendengar beberapa waktu lalu KPK melelang sapi sebetulnya tujuan itu supaya harga barangnya tidak terlalu jatuh. Karena pemeliharaan cukup besar dan kalau tidak terawat dengan baik bisa mati dan risikonya makin ada," ujar dia di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (21/11/2016).
Selain aset berupa barang, ada juga aset yang sifatnya memberikan pelayanan kepada masyarakat seperti rumah sakit dan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Selama belum memiliki kejelasan status, aset tersebut harus tetap beroperasi karena dibutuhkan masyarakat. Dan ini membutuhkan dana operasional yang tidak sedikit.
"Apalagi benda rampasan itu yang masih tidak bisa kita hentikan operasinya. Ada yang wujudnya rumah sakit, SPBU. Pasti dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan kalau kita hentikan operasinya malah harganya turun. Ini pasti butuh tata kelola yang baik di waktu yang akan datang," kata Agus.
Melihat hal tersebut, KPK berharap agar RUU Perampasan Aset segera diselesaikan. Dengan demikian, ada kejelasan mengenai pengelolaan dari aset tersebut.
"Oleh karena itu harus ada koordinasi bersama dan kalau dimungkinkan kita bisa bagaimana kalau RUU Perampasan [Aset](2597522/ "") bisa difinalkan. Supaya tata kelola bisa lebih baik dan lebih jelas di masa yang akan datang," Agus memungkas.