Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami asal-usul kekayaan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam. Termasuk harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan penyidik masih menimbang besaran penghasilan Nur Alam serta berapa nilai proyek-proyek yang digelarnya. Namun, dia masih belum mau membuka hasil penyelidikan harta-harta yang dimiliki Nur Alam.
Advertisement
"Kita kan selama ini kalau kita temukan ada ketidaksesuaian penghasilan dengan profilnya, pasti akan kita gali. Seperti asetnya banyak banget. Maka akan digali dulu, penghasilannya berapa, proyek dari mana. Itu kewenangan penyidik. Kita belum terinformasikan," kata Alexander, Jakarta, Senin (21/11/2016).
Sebelumnya, Nur Alam terjerat kasus dugaan korupsi dalam persetujuan izin usaha pertambangan (IUP) di Sultra pada 2009-2014. Nur Alam diduga menyalahgunakan wewenang yang bertujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dengan mengeluarkan SK persetujuan pencadangan wilayah pertambangan, persetujuan IUP eksplorasi dan SK persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) yang berada di Kabupaten Buton dan Bombana.
KPK menduga Nur Alam menerima kick back (imbal balik) dari izin yang dikeluarkannya itu. Uang yang diterima Nur Alam disebut-sebut mengalir ke banyak pihak. Beberapa waktu lalu, sejumlah artis disebut-sebut turut menerima uang panas dari Nur Alam.
"Semua info terkait perkara, kalau info itu relevan akan digali," tandas Alex.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memastikan predikat crime (tindak pidana asal) Nur Alam sudah jelas, yakni menerima sesuatu dari pihak lain. Inilah yang tengah didalami penyidik.
"Predikat crime nya kan sudah nampak. Menerima sesuatu kan. Dari case yang sudah kita diskusikan. Kalau enggak, kita enggak akan berani dong. Dia menerima sesuatu pokoknya. Kan tujuannya begitu," ungkap Saut.
Menurut dia, KPK tengah mengulik sangkaan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam kasus Nur Alam ini. Jika ditemukan dua alat bukti, lanjut dia, penyidik tak segan menjerat Nur Alam dengan sangkaan TPPU.
"Ketika dia tak bisa mempertanggungjawabkan itu dan kita punya bukti-bukti lain, setelah kita yakin ada bukti-bukti lain yakin itu adalah hasil dari korupsi, lalu kita sita. Biasanya kita kan nggak pernah berhenti. Biasanya kita nggak akan berhenti. Pada satu. Kalau gitu Nggak adil dong. Kita enggak biasa berhenti," tandas Saut.