Liputan6.com, Jakarta - Indonesia menaruh kepercayaan tinggi kepada State Cousellor Myanmar, Aung San Suu Kyi, untuk menyelesaikan masalah di Rakhine State, yakni soal kaum Rohingnya. Di daerah tersebut terjadi insiden berdarah yang telah menewaskan puluhan orang.
Keterangan tersebut disampaikan juru Bbicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arrmanatha Nasir. Menurut dia, ada alasan kuat kenapa Indonesia yakin atas hal itu.
Advertisement
"Saya pikir dia mengetahui dengan baik situasinya dan isu HAM sangat dekat di hatinya," ucap Tata di kantor Kemlu, Senin, 21 November 2016.
"Kami yakin dia telah bertindak dan akan menghormati HAM bagi seluruh warga Myanmar," kata dia.
Kendati demikian, sampai sekarang Aung San Suu Kyi masih bungkam terkait kondisi di Rakhine. Sikapnya ini mendapat kritik tajam dari Utusuan Khusus PBB untuk Masalah HAM, Yanghee Lee.
Menurut dia, cara Suu Kyi menangani serta menginvestigasi adanya dugaan penganiayaan di Rakhine harus diubah.
Ketegangan Rohingya dengan warga Rakhine pecah pada 2012. Penyebab utamanya hingga saat ini masih belum jelas. Namun puluhan orang tewas kala itu, sementara ribuan lainnya terpaksa kehilangan rumah.
Beredar kabar bahwa bentrokan dipicu oleh pemerkosaan dan pembunuhan seorang perempuan Rakhine, yang diikuti dengan pembunuhan terhadap 10 warga muslim Rohingya.
Terdapat lebih dari satu juta warga muslim Rohingya bermukim di Rakhine. Di tengah mayoritas warga Myanmar yang beragama Buddha, kehadiran mereka mendapat penolakan.
Beberapa menilai Rohingya bukanlah warga asli negara itu, melainkan imigran ilegal dari Bangladesh.
Upaya Suu Kyi
Sebelumnya, di Markas PBB pada akhir September 2016, Suu Kyi menjelaskan telah melakukan pendekatan terhadap masyarakat di Rakhine. Ia menyebut di negara bagian tempat di mana komunitas Rohingya berada, sudah dibangun Komisi Penasehat.
Komisi yang didirikan mantan Sekjen PBB Kofi Annan ini ditujukan untuk membantu penanganan masalah keamanan dan hak dasar.
Pembangunan komisi tersebut, tak dimungkiri mendapat tentangan dari pihak-pihak internal Myanmar. Namun, pemerintah mengacuhkannya dan terus mempertahankan keberadaannya demi membangun perdamaian di Rakhine.
"Dengan sikap teguh kami melawan semua prasangka dan intoleransi. Kami menegaskan kembali pada keyakinan kami serta HAM untuk mempertahankan martabat dan nilai manusia," ucapnya.
Untuk itu, Suu Kyi menegaskan pembangunan serta menciptakan lapangan kerja baru adalah prioritas pemerintah Myanmar di Rakhine.
"Wilayah Rakhine serta warga muslim di sana hidup berkekurangan, dan kami ingin semua orang di sana dalam keadaan aman," ujar Suu Kyi.
"Apa yang telah kami coba lakukan ialah menemukan cara mengakhiri ketegangan komunal dan mencari cara mengakhiri semua perselisihan yang ada," pungkasnya.
Sebelum menjadi State Counsellor, Suu Kyi menerima kritik tajam dari dunia internasional. Tak mau berbicara banyak dan terkesan acuh atas masalah Rohingya lah penyebabnya.
Padahal masalah ini sama sekali tak bisa diacuhkan. Sebab sejak perselisihan antar komunitas pecah, 125 ribu warga kehilangan rumahnya dan kurang lebih 100 orang terbunuh.