Menaker Hanif Minta Serikat Buruh Fokus pada Isu Perburuhan

Data Ketenagakerjaan menunjukkan, terjadi penurunan jumlah buruh yang bergabung dalam serikat.

oleh Arthur Gideon diperbarui 22 Nov 2016, 19:38 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana melakukan mogok nasional pada 2 Desember 2016, dibarengkan dengan rencana aksi Bela Islam. Menanggapi hal itu, Menaker Hanif Dhakiri meminta buruh untuk tidak ikut demo atau melakukan mogok di perusahaan pada saat dinamika politik nasional sedang menghangat.

Hanif khawatir, keterlibatan buruh dalam aksi Bela Islam hanya akan memperkeruh suasana politik yang malah merugikan buruh itu sendiri.

"Saya mengajak teman-teman buruh untuk fokus bekerja dan tidak usah ikut dalam politik yang sedang menghangat akhir-akhir ini. Dalam situasi seperti sekarang ini, semua pihak, termasuk serikat buruh, seyogyanya ikut menebarkan kesejukan, ketenangan dan kerukunan", kata Hanif seperti dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (22/11/2016).

Pemerintah tidak alergi dengan demonstrasi. Unjuk rasa maupun mogok adalah hak buruh. Meski demikian, pelaksanaan mogok dan unjuk rasa buruh harus sesuai koridor aturan yang ada.

Disamping itu, perlu juga dipertimbangkan segi manfaatnya bagi buruh itu sendiri. Jangan sampai gerakan buruh justru merugikan buruh, yang justru membuat buruh malas berserikat.

"Mogok nasional itu nggak ada, yang ada adalah mogok di perusahaan. Tapi mogok sah dilakukan jika perundingan gagal. Jadi, saya minta tolong pimpinan buruh jangan mengada-ada. Jangan politisasi buruh untuk kepentingan lain di luar agenda buruh dalam hubungan industrial. Serikat buruh fokus saja pada isu-isu perburuhan," imbuh dia.

Ia berharap, gerakan buruh terus menguat, sebagai bagian strategi perjuangan meningkatkan kesejahteraan. Salah satu indikator menguatnya gerakan buruh adalah apabila jumlah buruh yang berserikat dan jumlah serikat buruh di perusahaan bertambah.

Masalahnya, data Ketenagakerjaan menunjukkan, terjadi penurunan jumlah buruh yang bergabung dalam serikat. Tiga tahun lalu jumlah buruh yang berserikat mencapai 4,3 juta buruh. Tahun ini turun menjadi 2,7 juta buruh. Jumlah serikat buruh di perusahaan yang semula mencapai 14 ribuan, turun menjadi 7 ribuan. Sementara pada saat yang sama, jumlah federasi dan konfederasi serikat buruh terus bertambah yang menandai tingginya polarisasi dalam gerakan buruh.

“Data tersebut cukup memprihatinkan. Ini perlu jadi perhatian bersama agar gerakan buruh makin kuat dan fokus," tambahnya.

Terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab menurunnya partisipasi buruh dalam serikat dan berkurangnya jumlah serikat buruh dalam perusahaan. Boleh jadi, kata Hanif, salah satu penyebabnya adalah kuatnya tarikan politik dalam gerakan buruh yang akhirnya malah mendemoralisasi buruh itu sendiri. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya