Liputan6.com, Palembang – Kematian tragis yang dialami BR (4), bocah yang tewas disiksa ibu kandungnya, itu menyisakan duka mendalam bagi sang ayah, Salbani (30).
Dengan berurai air mata, warga Jalan Lubuk Bakung, Kecamatan Ilir Barat 1, Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), itu memakamkan anak semata wayangnya tak jauh dari kediamannya pada Selasa, 22 November 2016.
Kasat Reskrim Polresta Palembang Kompol Maruly Pardede menuturkan sebelum dimakamkan, jenazah BR divisum di Rumah Sakit Bayangkara Palembang. Meski belum ada hasil, secara kasat mata di sekujur tubuh korban terdapat bekas luka.
"Baik itu luka lama maupun luka yang baru membiru. Ada beberapa lubang di tubuh yang menimbulkan luka darah," ujar Maruly kepada Liputan6.com, Rabu (23/11/2016).
Baca Juga
Advertisement
Dari pengakuan SK (23), pelaku sering menggigit tubuh korban hingga berdarah. Bahkan, luka lebam tersebut menyebar ke seluruh tubuh, seperti di kaki, pantat, badan, punggung, pangkal lengan dan pangkal paha.
Meninggalnya BR kemungkinan karena penganiayaan terakhir yang dilakukan SK, pada Senin, 21 November 2016. Setelah cekcok mulut dengan suaminya, SK melampiaskan kekesalannya kepada sang anak. Terlebih, BR tak berhenti menangis saat dianiaya.
"Sekitar pukul 11.30 WIB, anaknya bangun dan menangis, SK langsung menendang dadanya sekali. Korban pun masih menangis, SK lalu mencubit, memukul dan menggigit BR. Karena masih menangis, SK akhirnya memandikan BR. Barulah anaknya berhenti menangis," kata Maruly.
Air Asam Jawa
Setelah dimandikan, BR mengadu kepada ibunya kalau ia merasakan sakit di bagian dada. SK pun memberikan air asam jawa kepada korban untuk meredam sakit dada anaknya.
Korban lalu mengatakan bahwa tubuhnya terasa capai dan ingin segera tidur di kamar. Namun, saat SK membangunkan sang anak, tubuh anaknya tak kunjung bergerak.
Sekitar pukul 19.00 WIB, SK lalu mendatangi Mapolresta Palembang dengan melaporkan sang suami karena terjadi melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kepada SK dan anaknya.
"Waktu kami tanyakan, dia bilang anaknya hanya tertidur saja. Dia tidak mengaku kalau anaknya sudah meninggal," ujar Maruly.
Saat melihat bentuk fisik SK, tidak ditemukan adanya bentuk penganiayaan atau KDRT yang dilaporkan SK ke Polresta Palembang. Namun, pihaknya belum bisa memastikan apakah laporan tersebut hanya alibi SK untuk menutupi penganiayaan terhadap anaknya atau bukan.
"Untuk kejiwaan pelaku juga terlihat normal. Saat di-BAP, tidak ada gelagat kelainan jiwa," ucap Maruly.
Sempat Pisah Ranjang
Sebelum peristiwa nahas terjadi, cekcok rumah tangga SK dan Salbani sudah terjadi sejak 2015. Mereka bahkan sempat pisah ranjang dan tidak tinggal satu atap. SK memilih pulang ke rumah orang tuanya, sedangkan Salbani tinggal bersama anaknya di rumah orang tuanya.
Pada Febuari 2016, mereka akhirnya memilih rujuk dan tinggal di rumah orangtua Salbani. Setelah merasa mampu, mereka akhirnya memilih pindah ke rumah kontrakan yang tak jauh dari rumah orangtua Salbani.
Selama rujuk, Salbani memang mengaku sering ribut dengan istrinya. Namun karena Salbani bekerja sebagai buruh kasar dari pagi hingga malam, dia tidak mengetahui apa yang dilakukan SK pada anaknya.
"Dari pengakuan Salbani, dia tidak tahu kalau anaknya dianiaya. Tapi kita masih mendalami, apakah ada peran suami atau tidak dalam kasus ini," kata Maruly.
Polisi juga sudah menginterogasi beberapa saksi, seperti keluarga dan tetangga di dekat rumah pelaku. Para saksi mengaku memang sering mendengar pertengkaran suami istri tersebut. Namun untuk aksi penganiayaan tersebut, saksi tidak mengetahui secara pasti.