Liputan6.com, Jakarta - Vivo dikenal sebagai salah satu vendor yang cukup giat memasarkan produk-produknya di Indonesia. Hampir semua produk lini ponsel Vivo telah dijual di pasar Tanah Air. Semua tentu bisa dilakukan berkat memenuhi aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Sekadar informasi, per Januari 2017, persentase TKDN ponsel 4G nantinya akan ditetapkan menjadi 30 persen. Bagaimana cara Vivo mengatasinya?
Ketika ditemui Tekno Liputan6.com usai acara peluncuran Vivo V5 di Ritz Carlton Jakarta, Rabu (23/11/2016), Kenny Chandra selaku Product Manager Vivo Indonesia, mengaku bahwa Vivo siap memenuhi TKDN 30 persen pada 2017 mendatang.
Baca Juga
Advertisement
Ia mengatakan, perihal TKDN, Vivo telah mengikuti regulasi pemerintah sebanyak 20 persen pada tahun ini dan sudah siap untuk "melompat" ke 30 persen pada tahun depan. Salah satu caranya adalah menggandeng beberapa software house lokal (developer aplikasi) untuk menggarap aplikasi yang nantinya "disuntikkan" ke perangkat terbaru Vivo.
“Para developer ini nanti akan menggarap aplikasi yang sejalan dengan fokus kami, yaitu kamera dan musik. Tunggu nanti apa saja aplikasinya,” kata Kenny.
Sekadar informasi, Vivo memang telah membangun pabrik manufaktur berlokasi di Cikupa, Tangerang. Kenny berujar, pabrik tersebut merupakan pabrik milik Vivo yang didirikan secara mandiri. Semua ponsel Vivo juga diproduksi di sana.
Terkait investasi pembangunan pabrik, Kenny enggan memberikan berapa nominal yang dihabiskan Vivo untuk mendirikan pabrik tersebut. Ia hanya menjelaskan, angkanya cukup besar. "Yang pasti miliaran (rupiah)," tutur Kenny.
Kini, Vivo berfokus memasarkan ponsel kelas flagship yang berada di kisaran harga Rp 3,5 jutaan. Meski begitu, mereka tak menampik bahwa produk paling laris berasal dari kisaran harga mulai dari Rp 2,5 hingga Rp 3,5 juta.
Serta pada kenyataannya, Vivo memiliki lini ponsel di kisaran harga Rp 1,4 hingga Rp 1,7 jutaan. Hanya, Kenny tidak menyebutkan berapa persentase penjualan ponsel di kisaran itu.
Kenny juga memaparkan, selama ini penjualan Vivo masih lebih kuat di jalur offline, meski mereka juga "bermain" di online. Alasannya, menurut Kenny, market orang Indonesia sangat unik dan harus melihat fisik ponsel yang ingin dibeli. Adapun kepercayaan konsumen untuk penjualan online masih belum terbangun secara utuh.
Sayangnya, Kenny tidak mengungkapkan kisaran berapa jumlah penjualan antara online dan offline, tetapi ia mengatakan, angka penjualan offline lebih besar.
“Mau online atau offline, yang pasti target kami pada 2017 ingin menjadi tiga besar," pungkas Kenny.
(Jek/Why)