Liputan6.com, Jakarta - Aksi protes dan salat berjamaah di jalan raya yang direncanakan berbagai Ormas (Organisasi Masyarakat) pada 25 November 2016 dan 2 Desember 2016 membuat beberapa karyawan di kawasan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat mengeluh. Sebab, jika demonstrasi terjadi, para karyawan yang bekerja di kawasan tersebut tak semuanya libur.
Bagi karyawan yang tak libur, demonstrasi merupakan bencana. Terlebih jika mereka tak berdomisili di Jakarta. Fahmi Larasati (23) seorang karyawan di kawasan Thamrin ini mengaku sangat terganggu dengan aksi demontrasi.
Advertisement
Kantor tempat ia bekerja tak memberikan libur. Seperti aksi pada Jumat 4 November 2016, Fahmi dan ratusan karyawan lainnya yang bekerja di Wisma Mandiri terjebak di kantornya hingga pukul 20.00 WIB lebih.
"Jangan demo-demo lagi deh, apalagi Jumat besok atau 2 Desember, nanti kami bisa kejebak lagi, kan kami enggak libur," ujar Fahmi pada Liputan6.com, di kawasan Thamrin, Jakarat Pusat, Kamis (24/11/2016).
Fahmi, bukannya tak suka dengan aksi demonstrasi yang merupakan hak setiap warga Negara. Namun, ia beserta ratusan karyawan lainnya mengaku kecewa jika aksi besar-besaran nanti malah membuat kekacauan di pusat Ibu Kota.
"Kayak waktu 4 November, kan seharusnya pulang jam 5 sore, tapi karena ada aksi itu, atasan enggak ngizinin turun ke bawah, kami terpaksa nunggu aksi bubar, eh malah rusuh. Jadi makin lama pulangnya," lanjut Fahmi.
Ia mengaku pulang menggunakan ojek online, dengan ongkos yang lebih mahal. "Naik grab akhirnya, dua kali lipat ongkosnya, ya mau gimana lagi," keluh perempuan yang bekerja di PT Prismas ini.
Was-Was
Sama Halnya dengan Agus Nurmanto (26) salah satu karyawan perusahaan telekomunikasi, tak ada pemberitahuan libur oleh perusahaannya meski lokasi tempat ia bekerja berada di Ring 1.
Karyawan Perusahaan Komunikasi yang berada di sekitar kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat ini menyayangkan jika aksi 2 Desember ataupun 25 November nanti kembali digelar.
Sebab, Agus dan semua karyawan yang ada di kantornya tak bisa bekerja dengan baik. Terlebih tempat ia bekerja sangat dekat dengan titik aksi pada 4 November lalu. Agus berharap, jika nanti aksi tetap digelar, massa aksi tak usah melakukan salat Jumat di jalan raya.
"Kan bisa di Istiqlal (salat Jumat), kalau aksinya sampai malam lagi, rusuh lagi, ya kami di sini yang was-was dan enggak bisa kemana-mana kan," terang Agus.
Belasan karyawan dan pekerja lainnya yang ditemui Liputan6.com, di kawasan Jakarta Pusat mengeluhkan hal yang sama.
Mereka khawatir, jika aksi yang bakal digelar berbagai Ormas itu bakal berakhir dengan ricuh lagi. Terlebih, aksi tersebut bakal digelar secara besar-besaran.
"Enggak kebayang deh, pasti kejebak lagi dalam kantor, sampai pulang jam 9, nyampe rumah udah tengah malam," keluh Habibi (26) salah seorang karyawan yang berkantor di kawasan Sudirman.
Sebelumnya, ormas keagamaan yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang dikomandoi petinggi-petinggi dari Ormas Front Pembela Islam (FPI) berencana menggelar aksi istigasah besar-besaran, salat Jumat di sepanjang Thamrin dan Sudirman, serta melakukan aksi protes menuntut ditahannya Basuki Tjahya Purnama atau Ahok, tersangka kasus penistaan agama.