Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menggelar rapat koordinasi dan dialog terbuka dengan gubernur seluruh Indonesia pada hari ini. Salah satu pembicara yang hadir adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo.
Dalam kesempatan itu, Agus menyinggung masalah diskresi pejabat pemerintahan, di antaranya gubernur. Menurut dia, diskresi dan monopoli yang besar membuka peluang korupsi terbuka lebar.
Advertisement
Menurut Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
"Rumusnya, korupsi ada karena diskresi semakin besar dan monopoli yang besar pula. Karena itu perlu integritas," ucap Agus di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (24/11/2016).
Dia mengatakan, adanya peluang korupsi itu, bukan berarti tidak memperbolehkan gubernur melakukan diskresi. Diskresi diperbolehkan dengan mengacu kepada undang-undang.
"Bapak dan ibu boleh melakukan diskresi. Tapi ada undang-undang itu membatasi diskresinya," kata Agus.
Dia menyatakan ada dua alasan yang perlu dilakukan untuk menerapkan diskresi. Dia mengibaratkan dengan lampu lalu lintas.
"Ada dua alasan melakukan diskresi, yang pertama karena aturannya tidak ada. Itu terjadi kalau terjadi kekosongan peraturan. Ibaratnya, seperti polisi lalu lintas, terkadang agar biar cair, ketika merah bisa saja mereka meminta berjalan. Kalau seperti itu, diskresi boleh dilakukan. Dan kedua kalau (pemerintah) tidak jalan, seperti ada force major," pungkas Agus.