Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluncurkan Produk Politik Cerdas dan Berintegritas (PCB) berupa naskah kode etik politikus dan partai politik, serta naskah panduan rekrutmen dan kaderisasi partai politik ideal di Indonesia. Peluncuran ini hasil sinergi dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarief, kode etik politikus dan partai politik ini harus seiring tanpa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, UU Kepartaian, UU Pemilu, dan peraturan yang lain.
Advertisement
"Ini harus sejalan, senapas, dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, UU Kepartaian, UU Pemilu Eksekutif dan Legislatif," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam 'Peluncuran Produk dan Program Politik Cerdas dan Berintegritas' di Hotel Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/11/2016).
Laode menjelaskan, dengan disusunnya kedua naskah tersebut diharapkan mampu mendorong iklim politik di Indonesia semakin cerdas dan berintegritas. Tujuannya, agar demokrasi benar-benar dijalankan oleh para politikus dan partai politik dengan jujur, berintegritas, serta memegang teguh komitmen untuk memajukan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan umum.
Empat Syarat
Laode mengatakan, supaya berjalan efektif disyaratkan empat hal bagi para politikus dan partainya. Pertama, substansi kode etik ini masuk ke dalam dan menjadi bagian penting dari UU tentang Partai Politik. Kedua, naskah ini menjadi salah satu persyaratan mutlak apabila negara akan memberikan dana kepada partai politik yang berasal dari APBN.
Syarat ketiga, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menjadikan naskah ini sebagai sebagian dari persyaratan mutlak bagi partai politik yang mendaftarkan diri sebagai badan hukum ke Kemenkumham. Keempat, adanya tekanan masyarakat kepada partai-partai politik agar naskah ini terinternalisasi di dalam jiwa, pikiran, dan tindakan para politikus dan partai politik.
"Panduan rekrutmen dan kaderisasi partai politik ini dapat diadopsi oleh parpol dalam melakukan perbaikan dan perubahan yang positif atas tata kelola partai politik," kata dia.
Laode menjelaskan, dua naskah tersebut disusun melalui suatu proses yang panjang. Dimulai dari studi kepustakaan, berdiskusi dengan beberapa pemangku kepentingan seperti para akademisi, bupati, wali kota, politikus, Bawaslu, KPU, aktivis LSM kepemiluan, aktivis LSM bidang hukum, aktivis intra dan ekstra kampus di Jakarta, Makassar, Surabaya, dan Medan, sampai dengan penulisan naskah akhir.
Mencegah Korupsi
Laode M Syarief menjelaskan, KPK menaruh perhatian pada rekrutmen partai politik sebagai hal yang strategis bagi kehidupan demokrasi. Dengan begitu, diharapkan upaya perbaikan pada kualitas orang-orang yang akan mengelola partai dan yang akan menjadi pejabat publik bisa diwujudkan.
"Karena itu, partai politik perlu melakukan terobosan-terobosan dan inovasi baru dalam menjaring anggota, kader, dan para calon pejabat publik," ujar Laode.
Dia melanjutkan, dua naskah ini disusun juga sebagai bagian dari KPK dalam upaya pencegahan korupsi, terutama melalui perbaikan sistem dengan cara memperbaiki kebijakan. Mengingat, dalam negara demokratis, peran dan fungsi partai politik sangat penting dalam mewujudkan aspirasi masyarakat.
"Kami menyadari, KPK perlu sinergi dan kerja sama dengan seluruh komponen bangsa untuk menyukseskan pekerjaan besar mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi, mewujudkan peradaban baru Indonesia, mewujudkan cita-cita kemerdekaan kita dan menjadi bangsa yang unggul dan terhormat dalam pergaulan dunia," ujar Laode.
Pada kesempatan sama, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyatakan keprihatinannya dengan situasi politik Indonesia saat ini. Terutama terhadap proses rekrutmen dan kaderisasi partai politik yang tidak berjalan dengan baik selama ini. Karenanya, dia berharap, dengan peluncuran dua naskah ini menjadi awal perbaikan itu semua.
"Ternyata keprihatinan itu tidak sendirian, sebagaimana yang dirasakan KPK dan LIPI, dari keprihatinan ini kami semua berharap ada perbaikan," ujar Wiranto.
Ketua Umum DPP Partai Hanura nonaktif itu menambahkan, sejatinya politik itu memiliki tujuan yang mulia, yakni salah satunya mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Meski begitu, semuanya dapat terwujud dengan catatan, suatu negara memiliki format politik yang jelas disertai kode etik dan budaya politik yang baik.
"Kalau begitu bisa benar, maka politik akan membawa kebaikan," ucap Wiranto.