Liputan6.com, Jakarta - Pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berlangsung lebih dari dua kali. Perjumpaan terakhir terjadi saat Prabowo memenuhi undangan makan siang Jokowi di Istana, Jakarta.
Lantas apakah pertemuan tersebut menjadi sinyal Gerindra akan merapat ke pemerintahan Jokowi-JK?
Advertisement
"Itu bukan berarti kita ingin bergabung," kata Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria saat diskusi bertemakan 'Peta Politik Paska 4/11: Mempertanyakan Loyalitas Partai-partai Pendukung Jokowi' di Jakarta, Jumat (25/11/2016).
Namun begitu, kata dia, Partai Gerindra akan selalu mendukung pemerintah selama kebijakannya berpihak kepada rakyat dan tidak melanggar undang-undang. Dan sebaliknya, pihaknya juga akan mengkritik dan mengoreksi pemerintah jika program-program itu menyalahi aturan.
Riza menambahkan, dalam pertemuan yang digelar keduanya tersebut hanya menunjukkan sikap politik strategis. Yakni duduk bersama untuk membahas permasalahan bangsa demi kemajuan Tanah Air.
"Jokowi datang ke Hambalang itu bicarakan makro, sosial, politik dan lain-lain. Saya kira baik yang dilakukan Pak Jokowi. Itu juga janji Pak Jokowi dua tahun lalu yang memang hendak datang ke Hambalang," jelas dia.
"Kita partai yang tidak mengerahkan kader terlibat aksi. Yang mengejutkan itu kan jumlah massanya itu. Maka ada pertemuan lanjutan (Jokowi-Prabowo) di Istana (membicarakan permasalahan bangsa)," lanjut Riza.
Terlebih di antara semua ketua umum partai, Prabowo dinilai sebagai sosok yang memiliki komitmen tinggi. Sejak awal, mantan Panglima Kostrad TNI Angkatan Darat itu secara terbuka mendukung pemerintahan hingga tuntas.
"Dia (Prabowo) sampaikan tidak ingin menjegal sampai 2019. Dia memang ingin berkuasa tapi dengan cara konstutisional. Kita tegas ingin berkompetisi dan disampaikan jika ingin berkompetisi ya fair langsung disampaikan ke Pak Jokowi," ungkap Riza.
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Andreas Pareira menambahkan, pertemuan antara Jokowi dengan Prabowo merupakan hal yang menjadi sorotan. Mereka dinilai hendak menunjukkan bahwa persoalan bangsa harus didahulukan ketimbang yang lain.
"Dengan Pak Prabowo dalam hal strategis, bisa bicara padahal rival. Dengan entengnya keduanya bisa mengatur itu meski pernah bertarung, tapi mereka melihat ada yang urgent. Jadi memperlihatkan politik masa lalu. Bukan karena soal kursi di kabinet. Dapet berapa dapet berapa," ujar Andreas.
Hanya saja, dia pun mengiyakan bahwa perubahan koalisi pemerintahan Jokowi-JK dengan memasukkan Partai Gerindra dalam kabinet sulit untuk diperkirakan.
"Dan apakah ini menuju perubahan koalisi kabinet ya kita nggak bisa melihat Pak Jokowi. Ya mungkin bisa mengarah ke sana bisa tidak. Gerindra soal kursi untuk Pak Prabowo juga tidak style beliau. Tapi ya bisa jadi juga," Andreas menandaskan.