'Bungkam', Aung San Suu Kyi Dituding Diamkan Pembantaian Rohingya

Aung San Suu Kyi menjabat sebagai kepala pemerintahan Myanmar dan masih bungkam terkait insiden Rohingya.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 26 Nov 2016, 10:53 WIB

Liputan6.com, London - Penerima Nobel Perdamaian yang sekarang menjabat sebagai Kepala Pemerintahan (state of chancellor) Myanmar, Aung San Suu Kyi, dihujani kritik. Penyebabnya adalah persoalan pembantaian warga Muslim Rohingya di negaranya.

Kelompok penggiat HAM Dunia bahkan menuding Suu Kyi sama sekali tidak punya niat melindungi warga Rohingya. Bahkan, ia dituduh melegalisasi genosida terhadap kelompok etnis tersebut.

"Suu Kyi gagal untuk memberikan dukungan pada etnis Rohingya, yang membuat masyarakat internasional menolak menyebutnya 'tokoh HAM dunia'," kata anggota Pengawas HAM (Human Right Watch), David Mathieson seperti dikutip dari Independent, Sabtu (26/11/2016).

"Satu versi menyebut kebungkamannya adalah tindakan tak berperasaan, banyak perhitungan lain. Tapi yang banyak dugaan muncul bahwa dia tidak bisa mengatur tentara Myanmar," ucap dia.

Pria yang juga peneliti dari Queen Mary University di London itu mengatakan, kebungkaman Su Kyi merupakan tanda legalisasi untuk membantai habis Rohingya dari tanah Myanmar.

"Walau ini adalah sebuah fakta, jika masalah tersebut jadi ujian terberatnya, tapi kebungkamananya sebagai seorang pemimpin de facto sudah membuat dia berbeda," ucapnya.

Mendapat hujan kritik, Pemerintah Myanmar segera merespons. Mereka mengatakan, tidak ada sama sekali penyiksaan terhadap kelompok Rohingya.

Yang terjadi, menurut mereka, militer Myanmar tengah berhadapan dengan pemberontak. Kelompok separatis ini diduga berasal dari etnis Rohingya dan bertujuan memisahkan diri dari negara tersebut.

"Komunitas internasional telah salah mengerti kami. Penyebabnya pelobi internasional Rohingya sudah menyebarkan berita palsu," papar Juru Bicara Kepresidenan, Zaw Htay.

"Tidak satu orang pun di dunia yang bisa menerima aparat keamanan mereka dibunuh dan dirampas senjatanya," kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya