Liputan6.com, Jakarta Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba muncul wacana mengembalikan kursi Ketua DPR ke tangan Setya Novanto delapan hari lalu. Belakangan, keinginan itu ternyata bukan hanya wacana, tapi telah diputuskan dalam rapat pleno DPP Partai Golkar.
Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, keputusan ini diambil dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kasus Papa Minta Saham yang menyeret nama Setya Novanto.
Advertisement
Keputusan MK itu disebut juga dikuatkan dengan keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, yang tidak pernah menjatuhkan hukuman kepada Setya Novanto atau akrab disapa Setnov. Malah MKD justru mengabulkan untuk memulihkan nama baik Ketua Umum Partai Golkar itu.
"Sudah bulat. Tinggal tunggu waktu melihat perkembangan politik ke depan," ungkap Nurdin di Jakarta, Senin 21 November 2016.
Tak perlu waktu lama untuk membuktikan omongan Nurdin Halid. Pada 28 November lalu, Dewan Pertimbangan Pusat (DPP) dan Dewan Pembina (Wanbin) Golkar menggelar pertemuan tertutup selama 2 jam 45 menit di Bakrie Tower, Kuningan, Jakarta Selatan.
Hasilnya, kedua struktur tertinggi di tubuh partai berlambang pohon beringin itu sepakat, mengembalikan kursi ketua DPR dari Ade Komarudin ke tangan Setya Novanto.
"Wanbin dan DPP menyetujui Ade Komarudin akan digantikan Pak Novanto," ucap Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie, Senin 28 November 2016.
Mendengar keputusan ini, Setya Novanto yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Golkar, mengaku siap menduduki kembali posisi yang pernah ditinggalkan itu, gara-gara terseret kasus Papa Minta Saham akhir 2015.
"Tentu apa yang dipercayakan dari Dewan Pembina akan saya pertanggungjawabkan sebaik-baiknya, untuk bisa membesarkan partai dan bekerjasama dengan pemerintah," kata Setnov.
Lalu yang menjadi pertanyaan, kenapa posisi ketua DPR harus kembali ke tangan Setnov?
Demi Wibawa Partai
Partai Golkar memastikan tak ada masalah maupun hal spesial yang memicu harus dikembalikannya kursi ketua DPR dari tangan Ade Komarudin, yang juga kader Golkar, ke tangan Setnov.
Sekretaris Fraksi Golkar Aziz Syamsuddin menjelaskan, posisi ketua DPR perlu dikembalikan sebagai konsekuensi hukum dari keputusan MK yang menyebutkan, rekaman Papa Minta Saham yang menjadi penyebab terjungkalnya Setnov dari kursi ketua DPR, adalah ilegal.
"Ternyata rekaman itu ilegal dan sejak awal sudah dilakukan eksepsi terhadap hak itu. Kemudian dari DPP Golkar rapat kemarin siang untuk mengembalikan Setya Novanto yang dahulu Ketua DPR, kemudian mundur karena kasus Papa Minta Saham," ujar Aziz di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa 22 November 2016.
Kasus Papa Minta Saham, lanjut dia, telah diputuskan dalam MK dan juga clearance di MKD DPR. Karena itu, kata Aziz, secara hukum seseorang yang diduga dan terbukti tidak bersalah maka rehabilitasi adalah hal yang wajar, tidak ada yang spesial.
"Tinggal pengembalian posisi tersebut sebagai hasil rapat pleno Golkar, tentu harus melalui mekanisme tata tertib dewan MD3. Mekanisme harus melalui paripurna, itu yang ada di MD3," papar Aziz.
"Ini suatu proses yang dilalui oleh beliau (Setya Novanto). Ini hanya penempatan anggota dewan dalam lembaga. Apa itu di komisi, fraksi, pimpinan dewan, ini wajar dan tak ada masalah," lanjut dia.
Sementara Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan DPP Golkar Yorrys Raweyai menjelaskan, dikembalikannya kursi ketua DPR ke Setnov bukan karena kinerja Ade Komarudin atau Akom buruk. Melainkan, untuk menjaga wibawa partai Orde Baru itu.
"Ini soal wibawa partai aja, Ade enggak ada salah apa-apa, ini soal etika dan wibawa partai," ucap Yorrys. Dia juga menegaskan, hal ini bukan untuk mengganti, tapi mengembalikan posisi ke pihak semula yakni Setya Novanto.
Alasan wibawa partai juga dikemukakan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Idrus Marham. Dia mengatakan, jabatan ketua DPR perlu dikembalikan ke Setnov demi meluruskan pandangan masyarakat.
"Justru pandangan publik ke Novanto dengan mengangkat dia (kembali Ketua DPR) ini masyarakat tahu, oh selama ini Pak Nov benar, tidak salah. Ini sekaligus kuatkan penjelasan ke masyarakat," ucap Idrus di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa 22 November 2016.
"Pak Nov memerintahkan mundur pada waktu itu, kenapa? Karena telah melihat ada proses-proses yang perlu diluruskan," Idrus menambahkan.
Cara meluruskannya, Idrus mengungkapkan, kala itu Setnov memilih mundur dari Ketua DPR dan mengajukan judicial review (hak uji materiel) kepada MK, yang pada akhirnya MK memutuskan rekaman percakapan Papa Minta Saham itu bukan alat bukti yang tidak sah.
"Dengan demikian kalau seperti ini kita kembalikan Novanto menjadi Ketua DPR dan masyarakat tahu, oh kemarin itu yang dicitrakan ternyata tidak benar. Ada putusan hukum, kita menghormati putusan MK dan itu adalah final," dia memaparkan.
Dengan kembalinya Setnov sebagai ketua DPR, Idrus menuturkan, akan menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Terlebih, setiap orang haruslah menaati proses hukum, sehingga ketika yang bersangkutan dinyatakan tidak bersalah, maka jabatannya harus dikembalikan.
Idrus menegaskan, dengan mengembalikan kursi Ketua DPR pada Setnov, maka Golkar menjalankan marwah partai dan demi peningkatan kinerja.
Lantas bagaimana nasib Ade Komarudin?
Janji Posisi Strategis
Sekjen DPP Golkar Idrus Marham menjamin Ade Komarudin atau Akom akan mendapat posisi lain yang tak kalah strategisnya.
"Dalam rapat tentu nanti akan kita proyeksikan (Akom) pada posisi tertentu. Tidak mungkin terpinggirkan. Saya sebagai sekjen menjamin itu," ujar Idrus di Nusa Dua, Bali, Jumat 25 November 2016.
Di mata Idrus, Akom merupakan kader terbaik yang dimiliki Partai Golkar. Tentu sebagai kader terbaik Idrus meyakini jika Akom tak akan mempersoalkan perihal penggantian jabatannya.
Menurut Yorrys, Akom boleh memilih posisi yang diinginkan, apakah di dalam atau di luar partai. Termasuk jabatan kenegaraan.
"Bisa keluar, bisa jabatan kenegaraan seperti Dubes, BPK, OJK, itu jadi tugas partai mengkomunikasikan," jelas Yorrys, Selasa 29 November 2016.
Sebelumnya, Idrus menyebut kalau Akom nantinya diberikan posisi sebagai balasan atas sikap 'legowo' nya menerima diganti dari Ketua DPR.
"Tidak etis kalau saya mengatakan jadi ini, jadi ini, jadi ini. Tapi yang pasti, selaku Sekjen saya akan habis-habisan memperjuangkan Akom pada posisi," ucap Idrus Marham.
Terkait nasib Golkar setelah ketua umumnya kembali menjadi ketua DPR, Yorrys menyatakan, Setnov akan tetap menjalankan tugas sebagai Ketum Golkar. Sistem pembagian tugas nantinya akan diatur bersama Ketua Harian dan petinggi di DPP lainnya.
"Pak Idrus menjelaskan soal itu (kepada Ical), saya memperkuat soal mekanisme yang sudah kita lakukan sampai pleno," kata dia.
Diakui Yorrys, Dewan Pembina dan dewan-dewan lainnya sempat kaget dengan rencana pergantian Ketua DPR yang diumumkan tanpa ada konsultasi terlebih dahulu. Namun, akhirnya Ketua Dewan Pembina Ical yang juga merupakan mantan Ketum Golkar itu akhirnya menerima.