MKD Berhentikan Akom dari Jabatan Ketua DPR

Akom dinyatakan MKD telah melanggar kode etik dewan sebanyak dua kali.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 30 Nov 2016, 12:48 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memutuskan memberhentikan Ade Komarudin atau Akom dari jabatan Ketua DPR. Akom dinyatakan telah melanggar kode etik dewan sebanyak dua kali.

"MKD memutuskan perkara atas Baleg terhadap Akom, MKD putuskan terdapat pelanggaran etik DPR RI kriteria sedang sehingga diputuskan sejak Rabu ini yang bersangkutan Ade Komarudin Fraksi Golkar dinyatakan berhenti dari jabatan Ketua DPR," kata Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad usai rapat MKD di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/11/2016).

Menurut Dasco, pemberhentian ini mengacu pada Pasal 21 b peraturan DPR RI tentang kode etik.

Selain pelanggaran sedang dalam kasus RUU Pertembakauan, MKD juga telah meyidangkan laporan lain terkait pemindahan mitra kerja Komisi VI.

"Diputuskan bahwa terdapat pelanggaran ringan. Sehingga diberi sanksi berupa peringatan tertulis dan menetapkan mitra kerja Komisi XI dikembalikan ke Komisi VI termasuk pembahasan PMN. Berlaku sejak hari ini, final and binding," papar Dasco.

Sementara Wakil MKD Syarifuddin Sudding menjelaskan ada dua perkara etik yang menjerat Akom. Pertama, perkara nomor 62c dalam kaitan pengaduan komisi VI dan Akom sebagai teradu dalam kaitanya masalah kemitraan mitra kerja komisi VI.

"Itu setelah melalui proses persidangan dengarkan keterangan pihak pengadu, Menkeu, saksi-saksi dan diambil keputusan tentang sanksi ringan dengan berikan teguran tertulis," kata Sudding di lokasi yang sama.

Kedua, kata Sudding, perkara nomor 66 dalam disampaikan kawan-kawan Baleg terhadap Akom sebagai pihak teradu dalam kasus revisi UU Pertembakauan.

"Setelah dengar proses persidangan yang cukup panjang, keterangan saksi dari Baleg dan Kesekjenan DPR. Dalam rapat majelis tadi diambil putusan bahwa yang bersangkutan karna dalam perkara 62 sudah diberikan sanksi ringan, maka perkara 66 ini sanksi sedang, dan di akumulasi sejalan dengan sanksi amanat Pasal 21 b kode etik DPR tentang pemberhentian yang bersangkutan dari jabatan Ketua DPR," Sudding menegaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya