Perjalanan Emosional Johny dan Desi Kembali ke Hutan

Populasi orangutan liar di Kalimantan menurun sampai lebih dari 80 persen hanya dalam 75 tahun.

oleh Aceng Mukaram diperbarui 30 Nov 2016, 21:32 WIB
Populasi orangutan liar di Kalimantan menurun sampai lebih dari 80 persen hanya dalam 75 tahun. (Liputan6.com/Raden AMP)

Liputan6.com, Melawi - Johny dan Desi sudah lama meninggalkan hutan. Kedua orangutan itu direnggut dari rumah dan dijadikan hewan peliharaan warga.

Nasib keduanya hampir mirip. Jika Johny yang kini berusia 8 tahun diselamatkan di Pontianak pada September 2011, Desi yang kini berusia sekitar 10 tahun diselamatkan dari Pemangkat, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Ketapang, pada Maret 2012. Pemilik Desi kala itu membeli dari temannya seharga Rp 50 ribu pada 2010.

Johny dan Desi kemudian dipertemukan di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi IAR Indonesia. Bersama, mereka menjalani rehabilitasi di sekolah hutan dan belajar berbagai kemampuan bertahan hidup itu.

Setelah lebih dari lima tahun belajar, para 'guru' menganggap mereka siap untuk bertahan hidup di alam liar. Sebelum itu, mereka dipindahkan ke pulau pre-release untuk dimonitoring.

Hasil monitoring menunjukkan perkembangan positif. Keduanya sudah mampu memanjat, mencari makan, dan membuat sarang sendiri.

"Kami yakin dia akan senang berada di rumah barunya," kata Manager Perawatan Satwa IAR Indonesia, Ayu Budi Handayani, dalam rilisnya yang diterima di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa, 29 November 2016.

Perjalanan pulang Johny dan Desi kemudian dimulai pada 23 November 2016. Mereka keluar dari Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Orangutan IAR di Sungai Awan, Kabupaten Ketapang, sekitar pukul 16.00 WIB.

Mereka menuju Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) dengan menumpang mobil selama lebih dari 40 jam. Setelah itu, tim melanjutkan perjalanan dengan menggunakan perahu selama sekitar 1,5 jam dan dilanjutkan dengan berjalan kaki.

Perjalanan ini ditempuh selama 6 jam menembus lebatnya hutan di TNBBBR. Ketika dilepas, Johny dan Desi langsung memanjat pohon dan mencari makan.

Karena Johny dan Desi adalah orangutan hasil rehabilitasi, IAR Indonesia menerjunkan tim monitoring untuk memantau perkembangannya di alam bebas. Tim monitoring ini melibatkan beberapa warga di dusun-dusun sekitar titik pelepasan yang sebelumnya dilatih monitoring dan observasi perilaku orangutan oleh IAR Indonesia.

Tim itu akan bekerja sejak sebelum orangutan bangun sampai orangutan kembali tidur lagi di sarangnya. Mereka bertugas untuk mencatat pergerakan, aktivitas, serta jenis makanan yang dimakan oleh Johny dan Desi. Hal ini dilakukan untuk memastikan kedua orangutan ini benar-benar mampu bertahan hidup di hutan yang sebenarnya.

Sampai saat ini, IAR Indonesia telah melepaskan 11 individu orangutan di TNBBBR. "Tim monitoring orang utan melakukan pekerjaan yang luar biasa," kata Adi Irawan, Manager Operasional IAR Indonesia.

Mereka tinggal di kamp di tengah hutan, bangun pada dinihari dan kembali ke pondok ketika matahari sudah terbenam. Mereka mengikuti orangutan selama hampir 14 jam.  

"Kami sangat senang melihat semangat dan kepedulian mereka terhadap keberlangsungan hidup orangutan. Kami yakin kehadiran mereka akan memastikan keberhasilan orang utan yang dilepasliarkan akan hidup sebagaiman mestinya," kata dia.


Sangat Terancam Punah

Kalau pun masuk pusat rehabilitasi, tidak semua orangutan bisa lulus dan dilepasliarkan. (Liputan6.com/Raden AMP)

Nasib Johny dan Desi terbilang beruntung. Menurut Ketua Program IAR Indonesia Karmele Llano Sanchez, biasanya proses rehabilitasi berlangsung antara 7-8 tahun.

"Mereka telah bertahun-tahun menjadi hewan peliharaan dan diperlakukan secara tidak benar sehingga memberikan efek yang buruk pada kesehatannya," kata Karmele.  

Kalau pun masuk pusat rehabilitasi, tidak semua orangutan bisa lulus dan dilepasliarkan. "Tapi, sudah terlalu terlambat untuk direhabilitasi sehingga mereka akan tetap tinggal di dalam pusat rehabilitasi seumur hidupnya," ujar Karmele.

Saat ini, IAR Indonesia menampung lebih dari 100 individu orangutan dan diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah sejalan dengan hilangnya habitat mereka akibat pembukaan hutan untuk perkebunan. Hal ini juga menyebabkan IAR Indonesia semakin kesulitan menemukan hutan yang aman untuk melakukan pelepasliaran.

Melihat laju penurunan populasi orangutan di alam liar saat ini, International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun ini memasukkan orangutan Kalimantan ke dalam kelompok satwa yang sangat terancam punah. Penurunan populasi orangutan liar di Kalimantan sendiri sampai lebih dari 80 persen dalam 75 tahun.

Sedangkan, masyarakat Kalimantan, terutama yang tinggal jauh dari pusat kota, belum terlalu memahami persoalan ini. "Kami tidak bisa membayangkan masa depan yang cerah untuk orangutan kalau habitatnya hilang secepat ini. Mereka terancam oleh pembukaan hutan, kebakaran, ancaman jual beli dan pemeliharaan seperti Johny dan Desi," kata Karmele.

Karmele yakin orangutan hanya bisa selamat jika semakin banyak orang yang peduli dengan mereka. Meski, upaya itu sudah sedikit terlambat.

International Animal Rescue (IAR) Indonesia bekerja sama dengan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat dan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya kembali melakukan pelepasan dua individu orang utan (Pongo Pygmaeus) hasil rehabilitasi di TNBBBR yang termasuk di wilayah Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, Jumat, 26 November 2016.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya