Ancaman Sanksi Bila Tak Ikut Tax Amnesty Bikin UKM Takut

Pengusaha mengatakan UKM belum seluruhnya ikut tax amnesty karena terbentur beberapa persoalan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 30 Nov 2016, 20:29 WIB
Pengusaha mengatakan UKM belum seluruhnya ikut tax amnesty karena terbentur beberapa persoalan.

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha mengeluhkan sikap Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang selalu menyosialisasikan program pengampunan pajak (tax amnesty) dengan ancaman sanksi bunga 2 persen per bulan bagi yang tidak ikut program ini.

Sosialisasi semacam itu dinilai justru menakuti pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang menjadi sasaran Ditjen Pajak di periode II.

Hal ini disampaikan Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Iftida Yasar di Jakarta, Rabu (30/11/2016).

"Jangan terlalu digembar-gemborkan lah yang Pasal 18 Undang-undang Tax Amnesty soal sanksi bunga 2 persen per bulan bagi yang tidak ikut.  Ini nakutin UKM," ujar dia.

‎Dalam Pasal 18 menyebutkan, tiga tahun setelah program tax amnesty selesai, jika Ditjen Pajak mendapati ada harta yang belum dilaporkan di SPT, maka harta tersebut dianggap sebagai harta tambahan dan akan dikenakan tarif PPh normal plus sanksi bunga 2 persen per bulan.

Iftida menyatakan, kini UKM atau orang yang belum mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) jadi takut untuk menggenggam NPWP‎. Termasuk yang belum melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) maupun yang belum ikut tax amnesty.

"Pendekatan UKM itu sangat penting, pakai pendekatan edukasi karena bicara UKM bukan cuma yang omsetnya Rp 4,8 miliar, tapi ada yang Rp 10 miliar, jadi jangan pakai sesuatu yang menakutkan. Bilang saja cepat atau lambat orang harus punya NPWP," tutur dia.

Menurut dia, UKM belum seluruhnya ikut tax amnesty karena terbentur persoalan ketiadaan uang tunai, ‎adanya kejelasan dari kepercayaan bahwa setelah mendeklarasikan harta, Wajib Pajak (WP) tidak dikejar-kejar dosa lagi.

"‎Kendala lain bisnisnya. Apindo mendorong masing-masing sektor punya PIC, bicara sehingga bisa dimengerti bisnisnya seperti apa. Misal katering, tarif tebusan dikenakan 0,5 persen dari omset, harusnya dari keuntungan. Karena beli bahan baku saja sudah kena pajak, waktu jual pun begitu kena PPN, dan pajak lainnya, untungnya cuma sedikit. Jadi diambil dari keuntungan bukan omset," terang Iftida.

Dia mengatakan, masih banyak UKM yang akan ikut tax amnesty di periode II karena ada jutaan UKM di seluruh Indonesia sehingga potensi cukup besar. Perusahaan dan pengusaha besar pun ada yang baru sebagian mendeklarasikan harta di periode I, sisanya di periode II atau III.

"Kita tinggal menunggu keberanian mereka untuk percaya mendeklarasikan harta. Mereka juga kan lagi menghitungnya," tutur dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya