Liputan6.com, Jakarta - Keputusan pemerintah Indonesia untuk membekukan keanggotaan di organisasi negara eksportir minyak atau Organization of Petroleum Eksportir Countries (OPEC) membuat anggota DPR RI terkejut. Dewan menilai seharusnya pemerintah tidak perlu mengambil langkah tersebut.
Anggota Komisi VII DPR Satya Widyayudha menjelaskan, ketika pemerintah memutuskan untuk kembali masuk ke dalam OPEC di awal 2016, status Indonesia saat itu hanya sebagai observer dan bukan anggota penuh. Latar belakang status tersebut karena Indonesia merupakan negara pengimpor minyak dan bukan negara pengekspor minyak.
Oleh karena itu, dengan adanya keputusan pemerintah untuk membekukan keanggotaan di OPEC tersebut jelas membuat Satya terkejut. " Jujur, saya agak terkejut. Dulu yang disampaikan bahwa Indonesia hanya sebagai observer bukan full membership. Mengingat kita bukan negara pengekspor, kita pengimpor," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Kamis (1/12/2016).
Kembalinya Indonesia berkecimpung ke dalam OPEC sebenarnya untuk menghubungkan dengan negara produsen minyak. Melalui organisasi tersebut Indonesia dapat dengan mudah memperoleh pasokan minyak.
"Pada waktu itu kita diyakinkan bahwa masuknya sebagai observer maka kita bisa berhubungan dengan para produsen minyak, sehingga bisa dimanfaatkan agar kalau kita mengimpor akan mendapatkan harga yang bagus," tutur Satya.
Baca Juga
Advertisement
Karena itu, dia ingin Indonesia tetap berkecimpung dengan OPEC, tetapi statusnya sebagai observer. Dengan demikian, jalinan hubungan dengan negara pengekspor minyak tetap terjaga, tetapi tidak mengikuti kesepakatan yang diambil oleh anggota.
"Keinginan untuk tetap berhubungan dengan negara produsen tetap terjaga. Di samping itu sebagai observer tidak terkena kebijakan penurunan atau kenaikan tingkat produksi sebagaimana yang di lakukan oleh negara-negara yang full membership," ujar Satya.
Untuk diketahui, Indonesia memutuskan untuk membekukan sementara (temporary suspend) keanggotaan di organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC). Keputusan tersebut diambil dalam Sidang ke- 171 OPEC di Wina, Austria, Rabu (30/11/2016).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan yang menghadiri sidang tersebut menjelaskan, langkah pembekuan diambil menyusul keputusan sidang untuk memotong produksi minyak mentah sebesar 1,2 juta barel per hari, di luar kondensat.
Sidang juga meminta Indonesia untuk memotong sekitar 5 persen dari produksinya, atau sekitar 37 ribu barel per hari.
"Padahal kebutuhan penerimaan negara masih besar dan pada RAPBN 2017 disepakati produksi minyak di 2017 turun sebesar 5.000 barel dibandingkan dengan 2016," ujar Jonan.
Dengan demikian, pemotongan yang bisa diterima Indonesia adalah sebesar 5.000 barel per hari. Jonan menambahkan, sebagai negara pengimpor minyak, pemotongan kapasitas produksi ini tidak menguntungkan bagi Indonesia karena harga minyak secara teoritis akan naik.
Dengan pembekuan keanggotaan ini, Indonesia tercatat sudah dua kali membekukan keanggotaan di OPEC. Pembekuan pertama pada tahun 2008, efektif berlaku 2009. Indonesia memutuskan kembali aktif sebagai anggota OPEC pada awal 2016. (Pew/Gdn)