Pindah Hotel Prodeo, Bagaimana Nasib IRT dan 7 Anak Selanjutnya?

Si bayi ikut menemani ibunya karena masih membutuhkan ASI.

oleh Eka Hakim diperbarui 03 Des 2016, 11:30 WIB
Seorang ibu rumah tangga di Makassar, terpaksa mendekam di tahanan Polres Pelabuhan Makassar, Sulsel, karena terjerat dugaan penganiayaan. Tujuh anaknya yang satu di antaranya bayi 5 bulan dikabarkan turut menemaninya. (Liputan6.com/Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Penyidik Reskrim bagian Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, mengalihkan penahanan IRT (ibu rumah tangga) berinisial NRA dari Rutan Polresta ke Rutan Klas 1 Makassar.

NRA (28), yang sehari-hari hanya sebagai IRT dan merawat tujuh orang anaknya itu, sempat ditahan empat hari di Rutan Polresta Pelabuhan Makassar. Ia ditahan sejak 28 November 2016.

Saat NRA ditahan, ketujuh anaknya dengan satu di antaranya bayi usia lima bulan dikabarkan turut menemaninya bermalam di Kantor Polresta Pelabuhan Makassar selama tiga hari.

Keenam anaknya selanjutnya dipulangkan ke rumah neneknya di Jalan Sabutung, Makassar, Kamis, 1 Desember 2016 setelah kejadian tersebut menjadi sorotan media. Sementara, anak bungsunya, Al Fiah yang masih berusia lima bulan, tetap bersama NRA karena setiap hari harus menerima asupan air susu ibu atau ASI.

"Kalau Al Fiah tetap di sana karena dia kan butuh ASI," kata Sri Wahyuni (27), adik kandung NRA, kepada Liputan6.com, Jumat, 2 Desember 2016.

Kepala Satuan Reskrim Polresta Pelabuhan Makassar AKP Ivan Wahyudi membantah kabar jika tujuh anak tersangka ikut bermalam di sel. Ia mengatakan tujuh anak tersangka itu bersama tersangka saat dilakukan pemeriksaan di ruang penyidik.

"Ketujuh anak itu, termasuk si bayi bersama ibunya (tersangka), saat dilakukan pemeriksaan di ruang penyidik. Kita saat itu menawarkan untuk tidur di kasur karena dari anak-anaknya ada yang tertidur," kata dia.

Ia menyebutkan adanya foto ketujuh anak yang beredar berada di dalam sel menemani ibu kandungnya yang berstatus tersangka itu tidak benar.

Lebih lanjut, Ivan mengatakan pihaknya telah menawarkan kasur untuk ditiduri karena di dalam ruang pemeriksaan itu terdapat kasur. Namun, ketujuh anak itu memilih tidur di atas karpet.

"Yang benar ketujuhnya berada di dalam ruang pemeriksaan penyidik dan saat dilakukan pemeriksaan terhadap ibunya (tersangka), anak-anaknya tersebut tertidur pulas di lantai beralaskan karpet," ujar Ivan.

NRA ditahan karena terjerat kasus penganiayaan. Dia dilaporkan tetangganya yang sempat cekcok dengannya.


Dinilai Melanggar HAM

Kasus seorang IRT yang meringkuk di hotel prodeo atau tahanan dengan ditemani tujuh anaknya turut menjadi perhatian Ketua Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Aulia Susantri.

Ia mengatakan selain masyarakat luas, pemerintah dalam hal ini juga harus bertanggung-jawab untuk memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan, hingga pemenuhan hak asasi manusia (HAM).

Karena sebelumnya, menurut Aulia, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan dan meratifikasi berbagai konvensi. Misalnya, konvensi hak anak dan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

"Tetapi belum didukung dengan komitmen bersama yang kuat untuk menerapkan instrumen-instrumen tersebut, terutama hak-hak kelompok rentan," kata Aulia.

Meskipun kelompok rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan, menurut dia, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.

"Tapi dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud kelompok masyarakat yang rentan antara lain adalah orang lanjut usia, anak, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat," Aulia memaparkan.

Tak hanya itu, ujar dia, Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia telah mengatur juga secara khusus terkait perlakuan khusus bagi kelompok rentan, terutama, anak, perempuan yang memiliki kebutuhan khusus (affirmatif action).

Ia pun menanggapi kasus penahanan seorang ibu rumah tangga yang harus merasakan hotel prodeo dan terpaksa ditemani oleh ketujuh buah hatinya.

Menurut Aulia, tindakan penyidik Reskrim Polresta Pelabuhan Makassar sangat disesalkan. Kendati dalam hal ini, penyidik Polresta Pelabuhan Makassar memiliki kewenangan menahan tersangka berdasarkan KUHAP.

Namun, ia menjelaskan, penahanan tersebut sama sekali mengabaikan prinsip-prinsip perlindungan HAM yang telah diatur dalam Pasal 3 huruf h dan huruf i Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai rujukan Polri dalam penyelenggaraan tugasnya.

Di mana meliputi Prinsip Keadilan dan Perlakuan khusus bagi kelompok yang memiliki kebutuhan khusus (Affirmatif Action) dan Hak Anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminatif.

"Dalam melaksanakan tindakan Penahanan terhadap Perempuan petugas wajib mempertimbangkan hak mendapatkan perlindungan dan fasilitas berkenaan dengan hak reproduksi perempuan dan penerapan prosedur khusus untuk perlindungan perempuan," ujar Aulia.

Dengan demikian, lanjut Aulia, tindakan penahanan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Pelabuhan terhadap IRT tersebut seharusnya mempertimbangkan prinsip HAM. Terutama bagi kelompok yang memiliki kebutuhan khusus dan hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminatif.

Dengan adanya kejadian ini, Aulia secara kelembagaan mengecam sikap Polresta Pelabuhan Makassar yang tidak manusiawi melakukan tindakan penahanan terhadap NRA. Dia menyatakan bahwa tindakan penahanan terhadap NRH telah mengabaikan prinsip keadilan dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan yang memiliki kebutuhan khusus (Affirmatif Action).

Selain itu, menurut Aulia, LBH Makassar dengan tegas mendesak Polresta Pelabuhan Makassar untuk mengalihkan status penahanan NRA menjadi tahanan kota atau rumah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya