Liputan6.com, Jakarta Aksi demo yang terjadi pada 2 Desember 2016 kemarin tak menjadi ancaman yang besar bagi ekonomi nasional. Tantangan perekonomian Indonesia saat ini ialah perlambatan ekonomi global.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, perlambatan ekonomi global menjadi perhatian di hampir semua negara. Oleh karenanya, tidak tepat jika demo dianggap berpengaruh besar ke ekonomi.
"Memang terjadi hampir semua negara yang menyebabkan perlambatan ekonomi, karena pemintaan dan daya beli rendah. Jangan kambing hitamkan juga karena demo orang tidak mau investasi, capital outflow," kata dia kepada Liputan6.com seperti ditulis di Jakarta, Sabtu (3/12/2016).
Baca Juga
Advertisement
Tekanan yang terjadi di pasar uang maupun pasar saham jelang demo lalu hanyalah sementara. Dia menganggap, hal tersebut merupakan ulah spekulan. "Dalam jangka pendek pasti terjadi perilaku spekulasi apalagi sektor keuangan sangat rentang terhadap sentimen dan faktor psikologis," kata dia.
Saat ini investor cenderung memperhatikan kondisi global yang mana di antaranya ialah menunggu kebijakan presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump. Bukan hanya itu, pelaku pasar juga menanti rencana Bank Sentral AS untuk menaikan suku bunga acuan. Kedua sentimen dari luar tersebut akan sangat berpengaruh kepada perekonomian Indonesia.
"Kalaupun fluktuasi tidak semata karena aksi demo, sentimen global dari kemarin negatif, kalau pergerakan pasca Trump terpilih bukan tiap hari lagi berbeda jam fluktuasi," kata dia.
Untuk diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus tertekan sejak Donald Trump mampu mengalahkan Hillary Clinton dalam pemilihan presiden AS. Rupiah langsung tertekan dari semula di kisaran 13.100 per dolar AS menjadi di kisaran 13.500 per dolar AS.
Sedangkan untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus terombang-ambing di kisaran 4.100 dari sebelumnya yang berada di level 4.300. (Amd/Gdn)