Liputan6.com, Chapeco - Hujan mengguyur Brasil pada Sabtu, 3 Desember 2016. Cuaca sendu seakan turut mengiringi acara penghormatan terakhir kepada pemain sepak bola tim Chapecoense, yang tewas dalam kecelakaan pesawat tragis pada 28 November 2016 lalu.
Sekitar 100.000 ribu warga memadati jalanan dan berkumpul di stadium sepak bola tim Brasil yang hanya bisa menampung 20.000 orang.
Advertisement
Mereka meneteskan air mata, ketika para prajurit negara membawa peti mati berisikan jasad atlet kebanggan,yang tewas dalam kecelakaan pesawat tragis di pegunungan Kolombia.
Seperti dikutip dari Daily Mail, Minggu (4/12/2016), prajurit berpakaian lengkap itu kemudian membawa peti mati tersebut masuk ke dalam stadium, di tengah hujan yang tak henti membasahi mereka dan membuat jalanan berlumpur.
Lapangan sepak bola tim Chapecoense dipenuhi dengan karangan bunga dan bendera, serta puluhan ribu penggemar tim yang tengah berduka.
Kota kecil tempat berasalnya tim sepak bola itu mengadakan pemakaman 'akbar' untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Chapecoense Real.
Klub sepak bola itu mejalani musim pertandingan yang sangat menentukan nasib mereka ke depannya. Pertandingan final Copa Sudamericana merupakan salah satu cara untuk mewujudkan impian tim tersebut.
Namun nahas, pesawat Lamia yang mereka tumpangi kehabisan bahan bakar dan menabrak pegunungan di Medellin, Kolombia.
Tragedi mengerikan tersebut membuat tim Chapecoense yang akan bertanding di final, tak akan pernah dapat bermain bola lagi untuk selamanya.
"Kami datang untuk menyaksikan setiap pertandingan. Mimpi kami akhirnya menjadi kenyataan. Sangat dekat mencapai impian tersebut. Aku tak bisa menjelaskannya," kata Rui Alonso, yang ikut menyaksikan penghormatan terakhir tersebut bersama dengan putrinya.
Gadis 10 tahun itu terlihat mengusap air matanya dengan menggunakan banner tim Chapencoense.
"Chapeco akan membutuhkan waktu yang lama untuk melalui ini. Namun aku berencana akan terus datang ke stadium ini," ujar Alonso.
Sementara itu seorang arsitek bernama Alexandre Bledin (34) mengatakan bahwa ia masih tidak percaya atas tragedi yang menimpa anggota tim sepak bola andalannya itu.
"Aku berada di sini sejak pagi," kata seorang gadis 19 tahun Chaiane Lorenzetti, yang bekerja di supermarket setempat.
"Aku tidak akan pernah melihat beberapa pelanggan tetapku lagi. Sangat menyiksa karena akan berlangsung selamanya," ujar Chaiane.
Peti mati atlet korban kecelakaan pesawt di Kolombia itu diletakkan di tengah lapangan sepak bola ynag berada di stadium Conda, Chapeco, selama lebih dari 3 jam.
Warga dan penggemar berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir.
Sebelumnya, pesawat yang mengangkut peti mati itu melakukan pengisian bahan bakar di Kota Amazon, Manaus. Akibat alasan logistik, peti-peti itu disatukan dari tiga pesawat menjadi dua.
Adanya penggemar Chapecoense yang berkumpul di bandara, membuat pesawat mengalami keterlambatan selama 2 jam.
Sementara itu, Presiden Brasil Michel Temer ikut memberikan penghormatan terakhir kepada tim sepak bola negaranya itu. Temer menanti kedatangan jasad tim Chapecoense di bandara.
Setelah memberikan kata sambutan saat pesawat yang membawa peti mati tim Chapecoense tiba, presiden itu kemudian memasuki mobilnya untuk menuju stadium.
"Tragedi ini mengguncang selurug wilayah Brasil," kata Temer yang terlihat lebih banyak diam selama acara.
"Hujan ini pasti merupakan tangisan Saint Peter -- pemimpin Gereja Kristanpertama," kata presiden Brasil.