Liputan6.com, Yogyakarta - Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa mendeklarasikan Yogyakarta sebagai Kota Relawan pada peringatan pertama International Volunteer Day di kawasan Titik Nol Kilometer. Saat ini terdapat 189 komunitas relawan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang rata-rata beranggotakan 50 orang.
Ia mengungkapkan penetapan Jogja sebagai kota relawan pertama di Indonesia karena berkaca pada peristiwa gempa bumi 2006 dan erupsi Merapi 2010. Ketika itu proses rehabilitasi, rekonstruksi, dan terapi psikososial pascabencana yang dilakukan tercepat di dunia.
Baca Juga
Advertisement
"Ini tidak mudah, tetapi ternyata bisa dilakukan saat masyarakat terdampak Merapi di sini seiring dengan rehabilitasi dan rekonstruksi," ucap Mensos di Yogyakarta, Minggu (4/12/2016).
Menurut Khofifah, praktik terbaik ini karena kebersamaan dan gotong royong dalam hal kerelawanan sosial masyarakat di Jogja sudah tumbuh dengan baik.
Khofifah juga sempat menuturkan Belanda meninggalkan Jogja karena kegigihan dan kebersamaan masyarakatnya. Kesukarelawanan serta keikhlasan masyarakat Jogja teruji sejak bangsa ini belum merdeka.
Relawan, tutur Mensos, penting untuk diperingati dalam hari khusus seiring dengan deklarasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September 2011 tentang pentingnya private public partnership. Artinya, seluruh dunia membutuhkan kerja sama antara pemerintah dan non-pemerintah, dalam hal ini yang dimaksud adalah relawan.
"Event International Volunteer Day menjadi pengingat dan perekat Indonesia sebagai sebuah bangsa maupun sebagai negara yang menjadi bagian dari bangsa-bangsa di dunia," ujar dia.
Pada kesempatan yang sama juga diadakan Pameran Baznas Tanggap Bencana di Benteng Vredeburg, Kota Yogyakarta, dapur air berupa minuman gratis di Titik Nol Kilometer, Emergency Unit (P3K) serta bakti sosial pembagian paket gizi di Museum Gunung Merapi.
Skill Relawan
Kementerian Sosial menyiapkan nota kesepahaman dengan Gubenur DIY Sultan HB X terkait penanganan bencana berdasarkan pemetaan kerawanan.
"Ngarso Dalem (Sultan HB X) sudah menyampaikan pentingnya menyiapkan standar operational procedure (SOP) di titik kebencanaan dengan spesifikasinya," ujar Khofifah Indar Parawansa.
Oleh karena itu, tuturnya, tagana harus dibekali skill yang lebih spesifik sesuai dengan pemetaan kearawanan bencana. Ia menjelaskan relawan, terutama tagana, harus mengikuti proses pelatihan. Saat ini sudah ada pelatihan di tingkat primer dan madya.
"Kami berharap akan ditingkatkan ke tingkat advance," ucapnya.
Khofifah menjelaskan, di tingkat madya Kementerian Sosial menyiapkan Tagana Training Center yang baraknya berkapasitas 125 orang. Selain itu, juga mengembangkan sahabat tagana.
Ia mencontohkan, di Cangkringan Sleman sudah ada 1.500 sahabat tagana. Mereka memperoleh pelatihan soal spesifikasi kebencanaan di daerah masing-masing.
"Skillnya lebih spesifik, kami tidak hanya mengembangkan kuantitas, melainkan juga kualitas," kata Khofifah