China: Soal Taiwan, Donald Trump Tak Punya Pengalaman Diplomatik

Percakapan via telepon yang berlangsung antara Trump dan presiden Taiwan berbuntut panjang karena memicu kemarahan China.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 05 Des 2016, 12:54 WIB
Kontak dengan Taiwan, Trump Ciptakan Perang Dingin Baru di Asia (Reuters)

Liputan6.com, Beijing - Percakapan via telepon antara Donald Trump dengan Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen masih mendatangkan reaksi dari China. Dua surat kabar pemerintah Tiongkok mengatakan, peristiwa tersebut menunjukkan Trump kurang pengalaman.

Surat kabar berbahasa Inggris Tiongkok, China Daily mengatakan, pembicaraan antara Trump dan Presiden Tsai yang berlangsung selama 10 menit "tak menunjukkan apa pun melainkan kurang pengalamannya Trump dan tim transisinya dalam menangani urusan luar negeri."

"Tindakan itu karena kurangnya pemahaman yang tepat tentang isu-isu sensitif dalam hubungan China-AS dan hubungan lintas selat," tulis China Daily seperti dikutip Reuters, Senin (5/12/2016).

Sambungan telepon Tsai dengan presiden terpilih AS atau presiden AS merupakan pertama kalinya sejak Presiden Jimmy Carter mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taiwan ke China pada tahun 1979. Saat ini AS mengakui Taiwan sebagai bagian dari "satu China".

Terkait dengan hal ini, Kementerian Luar Negeri China telah mengajukan protes diplomatik kepada AS. Beijing mendesak AS lebih cermat menyikapi isu Taiwan demi menghindari gangguan yang tidak seharusnya dalam hubungan kedua negara.

Sementara itu, di lain sisi China menyalahkan Taiwan, menyebutnya telah melakukan pergerakan kecil.

China Daily memuat dalam ulasannya, pembicaraan via telepon tersebut "tidak mencapai hal substansial, hanya kebanggaan karena telah membuat ilusi 'pergerakan bawah tanah', dan upaya mengalihkan perhatian publik atas kinerja pemerintahan yang buruk."

"Akan menjadi sebuah kesalahan bagi Tsai dan partainya untuk melebih-lebihkan pembicaraan via telepon tersebut. Dia mencoba untuk membangkitkan ketegangan...yang akhirnya menjadi bumerang," muat China Daily dalam artikelnya.

Sementara itu tabloid The Global Times yang dikendalikan surat kabar Partai Komunis, People's Daily menulis, Trump "penipu dan tak dapat diprediksi". Namun tak ada rencana untuk memutuskan hubungan dengan AS.

"Tampaknya, Trump masih mengambil keuntungan dari sikap plin-plan dan ketidakpastiannya demi membuat gelombang berombak di Selat Taiwan. Hal tersebut untuk melihat apakah dia dapat membuat kesepakatan yang menguntungkan sebelum dia dilantik," tulis The Global Times.

Namun tabloid itu menegaskan bahwa hal tersebut tidak layak mengingat Trump belum dilantik menjadi presiden AS.

"Dia tidak memiliki pengalaman diplomatik dan tidak menyadari dampak dari mengguncang hubungan AS-China," sebut laporan tersebut.

Sebaliknya, The Global Times menyebutkan, Tiongkok dapat mengirimkan "pesan" ke Trump dengan menghukum Taiwan, mendekati satu atau dua pejabat diplomatik Taiwan. Di lain sisi, China juga dapat mengambil langkah militer.

"Sudah pasti bahwa Trump tidak ingin konfrontasi dengan China karena itu bukan ambisinya dan juga tidak termasuk dalam janji kampanyenya...," tulis tabloid itu.

Surat kabar Taiwan berbahasa China, Liberty Times memuat dalam laporannya, Tsai berencana untuk singgah di New York pada Januari mendatang dalam lawatan bilateralnya ke Nikaragua, Guatemala, dan El Savador.

Presiden perempuan pertama Taiwan itu disebut akan tiba di New York sebelum pelantikan Trump pada 20 Januari. Ia juga dikabarkan akan bertemu dengan tim Trump termasuk Reince Priebus yang telah ditunjuk sebagai kepala staf Gedung Putih.

Menanggapi laporan tersebut, kantor kepresidenan Taiwan mengatakan bahwa itu adalah "spekulasi yang berlebihan." Mereka pun menegaskan akan mengumumkan rencana kunjungan Presiden Tsai tersebut pada waktu yang tepat.


Reaksi Trump

Miliarder yang kelak akan menjadi orang nomor satu di Negeri Paman Sam itu tak memberikan komentar langsung terkait pembicaraannya dengan Presiden Tsai yang membuat geram China .

Yang ada, ia malah mencuit serangkaian kritik atas kebijakan moneter dan operasi Tiongkok di Laut China Selatan.

"Apakah China bertanya kepada kita ketika mereka mendevaluasi mata uang mereka dan membangun kompleks militer yang masif? Saya rasa tidak," cuit Trump.

Sikap Trump ini sejalan dengan pernyataan AS sebelumnya yang mengkritik devaluasi mata uang China. Negeri Paman Sam menegaskan kebijakan tersebut tidak adil bagi eksportir Tiongkok.

Washington juga mendesak Beijing untuk menghentikan reklamasi tanah di sekitar pulau-pulau dan karang yang menjadi sengketa di Laut China Selatan. AS bahkan telah mengirim kapal perang ke wilayah itu.

Kedua belah pihak saling menuding telah melakukan "militerisasi" di kawasan tersebut.

Meski Trump tidak bereaksi secara langsung atas protes diplomatik China yang dipicu percakapannya via telepon dengan Tsai, namun Gedung Putih angkat bicara.

Kantor sekaligus kediaman presiden AS itu menegaskan tidak ada pergeseran dalam kebijakan "satu China" yang selama ini dianut AS.

Wakil Presiden terpilih, Mike Pence pun berusaha meredakan ketegangan. Dalam wawancaranya dengan NBC News, ia mengatakan peristiwa itu adalah "kehebohan yang tak berarti."

"Saya hanya ingin mengatakan kepada rekan-rekan kami di China bahwa itu (pembicaraan via telepon Trump dan Tsai) hanyalah sebuah bentuk sopan santun," kata Pence.

Selama ini Taiwan melihat dirinya sebagai sebuah negara merdeka sementara bagi Tiongkok wilayah tersebut adalah provinsi yang memisahkan diri.

China diketahui memiliki ratusan rudal yang mengarah ke Taiwan dan telah mengancam akan menggunakan kekerasan jika wilayah itu secara resmi menyatakan kemerdekaannya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya