Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diharapkan terus memperkuat industri kelapa sawit nasional. Hal tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan, dibutuhkan regulasi yang menjamin industri kelapa sawit supaya industri tersebut berjalan dengan baik.
"Meski, jumlah total produksi kelapa sawit Indonesia mencapai 45 persen dan nomor 1 di dunia, namun belum mempunyai bargaining position yang besar dalam melindungi keberlangsungan industri kelapa sawit nasional," kata dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Presiden Joko Widodo (Jokowi), kata dia, menyatakan jika pembangunan berkelanjutan merupakan komitmen global yang harus bersama-sama diwujudkan. Presiden juga mengingatkan bahwa kondisi masing-masing negara tidaklah sama.
Baca Juga
Advertisement
Untuk itu, dia mengatakan diperlukan solusi yang secara spesifik dalam mengupayakan pembangunan berkelanjutan.
“Indonesia juga mesti mendorong image positif industri kelapa sawit nasional agar memiliki daya saing secara jangka panjang. Maka, diperlukan sikap pemerintah dan seluruh stakeholder di industri kelapa sawit untuk bergotong-royong menegaskan posisi industri kelapa sawit Indonesia di dunia internasional," jelas dia.
Seperti diketahui, industri kelapa sawit di Indonesia dalam kurun waktu 15 tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal tersebut didorong permintaan global yang terus meningkat.
Pada 2015, industri kelapa sawit menyumbang US$ 18,6 miliar atau sekitar Rp 250 triliun dari total luas perkebunan 11,3 juta hektare (ha) dengan kapasitas produksi 31,2 juta ton crude palm oil (CPO).
Di sisi lain, tantangan industri kelapa sawit juga banyak. Di antaranya, tuntutan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM/NGO) yang memunculkan isu deforestasi, kebakaran hutan, hak-hak pekerja masyarakat dan perlindungan terhadap flora dan fauna.
Ditambah sertifikasi kelapa sawit yang diinisiasi pemerintah yakni Indonesian Suistainable Palm Oil (ISPO) belum diakui oleh dunia internasional.