Liputan6.com, Yogyakarta - Kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan disidangkan pada Selasa, 13 Desember 2016 mendantang. Sebanyak lima hakim akan memimpin sidang mantan Bupati Belitung Timur itu.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Sirajudin Syamsuddin atau Din Syamsuddin meminta kasus Ahok dapat diselesaikan dengan adil. Sebab, ia melihat ada gelagat dan gejala ketidakadilan dalam menyelesaikan kasus ini.
Advertisement
Ia berharap semua pihak tidak bermain-main dengan rasa ketidakadilan tersebut. Ia mengingatkan, jika kasus Ahok diselesaikan secara tidak adil, maka akan mendorong reaksi yang lebih besar lagi.
"Jangan sampai itu terjadi. Oleh karena itu, jangan sampai bangsa ini tersandera oleh ulah satu orang. Hanya gara-gara ulah satu orang kita saling berselisih dan menimbulkan perpecahan di bangsa ini. Kita pantau ini harus diselesaikan dengan rasa berkeadilan," ujar dia di Yogyakarta, Senin (5/12/2016).
Din mengatakan, saat ini sudah muncul kerancuan nalar. Salah satu contohnya, ia mengaku, para tokoh umat Islam yang bereaksi secara damai terhadap kasus penistaan agama justru dianggap antikebhinekaan. Padahal banyak tokoh agama atau ulama yang menyuarakan kebenaran.
Baginya, jasa umat Islam begitu besar terhadap berdirinya Indonesia, sehingga memiliki pengalaman wawasan dan toleransi kebhinekaan. Karena itu, ia minta agar kasus penistaan agama Islam jangan diusik-usik khususnya kelompok-kelompok yang intoleransi.
"Terus terang saya terusik pikiran dan perasaan saya. Justru yang menuduh kelompok-kelompok antikebinekaan itu adalah yang antikebinekaan itu sendiri," ujar dia.
Din menilai apa yang dilakukan Ahok adalah manipulasi agama. Jalan terbaik untuk menyelasaikan kasus Ahok adalah menyerahkannya kepada penegak hukum dengan syarat berkeadilan. Ia berharap polisi dan penegak hukum benar-benar menjalankan tugasnya.
"Termasuk yang menistakan agama orang lain itu manipulasi agama oleh politik. Yang dilakukan Ahok itu adalah manipulasi agama dan tidak bisa dibenarkan di tengah kondisi masyarakat majemuk," ujar dia.