Tradisi Nginang Serempak Sambut Maulid Nabi di Kampung Jokowi

Tradisi nginang itu dilakukan serempak oleh warga dengan ditingkahi alunan gamelan Jawa kuno.

oleh Fajar Abrori diperbarui 06 Des 2016, 13:32 WIB

Liputan6.com, Solo - Tradisi memperingati Maulid Nabi Muhammad di Keraton Solo mulai menggeliat. Tradisi yang digelar sejak zaman Kerajaan Mataram Islam ini dibuka dengan Miyos Gongso. Gamelan Guntur Sari dan Guntur Madu mulai ditabuh pada Senin, 5 Desember 2016.

Ratusan orang setia menunggu sejak siang hari untuk mengikuti prosesi ini. Sebagian dari mereka hendak berburu tuah yang diyakini bisa mendatangkan kebaikan.

Tradisi ini diawali dengan memboyong gamelan peninggalan Sultan Agung dan PB IV dari keraton menuju bangsal depan Masjid Agung Solo. Gamelan Kyai Guntur Madu ditaruh bangsal selatan, sedangkan Gamelan Guntur Madu di sisi utara.

Setalah arak-arakan, prosesi kembali dimulai pukul 13.00 WIB di Masjid Agung. Yakni, penabuhan gamelan untuk pertama kali sebagai pembuka dari acara Sekaten. Dimulai sambutan dari wakil keraton dan Pemkot Solo, gamelan Guntur Madu mulai ditabuh pukul 13.30 WIB.

Tembang pertama yang dilantunkan adalah Rambu Rangkung. Begitu ditabuh, ratusan masyarakat yang sudah menunggu langsung melakukan tradisi unik. Mereka secara serempak mengunyah sirih. Tak hanya itu, mereka juga berebut janur yang menjadi penghias pagongan.

Setelah tembang pertama selesai, gamelan dari Kyai Guntur Sari gantian yang ditabuh. Saat ditabuh ini, warga juga serentak melakukan nginang (mengunyah sirih) dan berebut janur.


Ditabuh Setiap Hari

Wakil Pengageng Sasono Wilopo KP Winarno Kusumo menjelaskan, tabuhan gamelan akan dilakukan selama seminggu ke depan. Gamelan akan berakhir menjelang Grebeg Maulud. Gamelan akan ditabuh setiap hari dan hanya berhenti saat azan.

"Gamelan mulai ditabuh mulai pukul 09.00 dan berakhir hingga azan Asar. Setelah dimulai lagi usai azan Isya hingga berakhir pukul 12.00 WIB malam," kata Winarno.

Bagi Sarmini, warga Sukoharjo, tradisi ini selalu tak dilewatkan olehnya. Semenjak kecil, Sarmini selalu diajak oleh orangtuanya untuk mengunyah sirih. Tradisi itu pun berlanjut, ia mengajak anaknya yang sudah berkeluarga untuk mengunyah sirih.

"Kata orangtua, kalau kita nginang bisa awet muda dan sehat. Terus saya nginang itu ya cuma sekali dalam setahun pas gamelan pertama ditabuh, " kata dia.

Telur asin di perayaan jelang Maulid Nabi. (Liputan6.com/Fajar Abrori)


Bukan hanya nginang, ia juga membeli telur asin atau dalam masyarakat Solo kerap disebut telur kamal. Telur ini saat tradisi Sekaten selalu tidak absen.

"Kata orangtua telur kamal itu tak jauh dengan nilai amal yaitu berbuat kebaikan untuk sesama. Jadi, saya beli telur ini untuk oleh-oleh," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya