Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani masih sangsi harga minyak dunia akan terus tinggi meskipun OPEC berkomitmen untuk memangkas produksi minyak. Menurut dia, yang perlu diperhatikan ialah apakah negara-negara OPEC tersebut benar-benar merealisasikan keputusan itu.
"Pertama tentu dari keputusan OPEC kemarin yang dilihat announcement dianggap cukup mengagetkan dalam artian karena mampu membuat komitmen dari sisi volume. Kalau dilihat dari detil realisasinya terutama kontribusi masing-masing negara," kata dia dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Di sisi lain, Sri mengatakan kondisi permintaan minyak dunia masih variatif. Di Eropa sendiri lanjut dia, masih dalam tahap pemulihan perekonomian yang berdampak pada permintaan minyak.
Baca Juga
Advertisement
"Demand side akan mix apa yang terjadi di Eropa dengan Brexit, Italia referendum, berbagai election Prancis, Jerman, Netherland akan memberikan pengaruh terhadap proyeksi pemulihan di Eropa," jelas dia.
Dia mengatakan, di Amerika Serikat (AS) sendiri akan dipengaruhi oleh arah kebijakan presiden AS terpilih Donald Trump. Namun, patut diketahui pula jika AS memiliki shale gas yang bisa dijadikan substitusi minyak.
"Dari AS sendiri kebutuhan energi dan produksi dari non minyak melalui shale gas akan substitute," ujar dia.
Dengan kondisi demikian, dia meyakini harga minyak dunia tetap sesuai dengan proyeksi pemerintah.
"Secara total 2017 masih dianggap imbang dari sisi kemungkinan bahwa harga minyak asumsi US$ 45 dilihat dari prospek permintaan tidak mengalami kenaikan. Kemungkinan saja penguatan dari harga minyak itu akan terpengaruh atau dilemahkan oleh permintaan yang lemah juga. Dengan demikian tidak akan bertahan lama dan harga yang terlalu tinggi," tutur dia.