Liputan6.com, Halmahera Selatan - Hujan pada Senin malam, 5 Desember 2016, begitu deras. Suara deru air tiba-tiba terdengar dari bukit Desa Laiwui, ibu kota Kecamatan Obi, Halmahera Selatan.
Banjir yang mengganas itu turun mengikuti kemiringan hingga masuk ke desa ibu kota kecamatan menuju sungai. Seluruh warga desa yang mencapai 4.500 jiwa sudah keburu angkat kaki ke Desa Baru sebelum air menggenang lebih tinggi.
"Hampir sebagian besar warga memilih Desa Baru (Kecamatan Obi) sebagai tempat pengungsian. Malam itu airnya belum masuk pemukiman," kata Karnawi Hasani, warga Laiwui, kepada Liputan6.com, Senin, 5 Desember 2016.
Dia mengungkapkan, air baru mulai masuk ke pemukiman warga, pada Senin dini hari, sekitar pukul 05.00 WIT. Tidak hanya penduduk Desa Laiwui, penduduk Desa Buton juga ikut mengungsi ke tempat yang lebih aman. Menurut informasi, air tersebut merendam seluruh infrastruktur ibu kota kecamatan itu.
"Desa Laiwui yang paling parah karena posisinya lebih rendah dari tiga desa (terkena banjir) lainnya. Kalau di Desa Laiuwi, ketinggian air mencapai punggung orang dewasa. Sementara, luapan air di Desa Buton dan Akegula mencapai lutut orang dewasa," kata Karnawi.
Ia menilai banjir bandang yang mengenai desanya adalah kiriman dari dua faktor, yakni keberadaan perusahaan kayu dan pembukaan lahan sawah 90 hektare.
Baca Juga
Advertisement
"Lahan yang dibuka secara besar-besaran ini diduga sebagai penyebab kiriman banjir yang datang dari atas bukit Desa Laiwui dan Buton," kata dia.
Direktur Walhi Malut Ismet Soleman mengemukakan hal senada. Dia mengatakan, faktor penyebab banjir di Kecamatan Obi akibat hutan di sektor hulu telah rusak.
"Selain faktor hujan yang deras, juga karena sektor hulu sudah rusak. Sehingga, ketika hujan jatuh ya habis lah pemukiman yang ada di dataran rendah," kata Ismet.
Berdasarkan daftar perusahaan pemegang IUPHHK-HA di Kecamatan Obi, kata Ismet, PT Poleko Yubarsons merupakan perusahaan kayu terbesar di Kecamatan Obi. Perusahaan itu mengelola kawasan hutan konsesi di desa Laiwui seluas 86.599 hektare. Sementara, sawah seluas 90 hektare merupakan program pemerintah pusat.
"Untuk posisi dua desa ini dikelilingi sungai karena air hujan deras sehingga air meluap dan masuk ke pemukiman," kata dia.
Akibat banjir itu, seorang anak dikabarkan meninggal dunia. "Itu salah satu anak meninggal (diduga terseret banjir). Sampai sekarang, jumlah korban belum diketahui pasti," kata Kabag Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku Utara Amirudin.
"Sekarang, sudah ada bantuan tenda dan makanan dari pemerintah daerah. Kalau korban rumah hampir seluruhnya. Sampai sekarang belum dihitung kerugiannya," sambung dia.
Amirudin mengatakan banjir tersebut merendam tiga desa, yaitu Laiwui, Buton dan Akegula. Dia mengatakan, masyarakat sebagian besar mengungsi di Desa Baru. Akibat banjir tersebut, kata dia, membuat jembatan penghubung di Desa Laiwui putus.