Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung sampai sekarang belum mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru terkait dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 periode 2007-2009.
Pascaputusan gugatan praperadilan dua tersangka kasus tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Advertisement
Kedua tersangka itu, Anthony Chandra Kartawiria, Direktur PT First Media dan Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) Hary Djaja.
"Saat ini belum ada sprindik baru," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah di Jakarta, Rabu malam 7 Desember 2016.
Arminsyah menyebutkan alasan belum dikeluarkannya Sprindik baru itu, yaitu pihaknya belum menerimanya salinan putusan gugatan praperadilan tersebut. Kejagung juga menyebut memiliki bukti baru kasus tersebut.
"Kita masih menunggu salinannya," ujar Arminsyah, yang dikutip dari Antara.
Dalam putusan praperadilan itu, hakim tunggal memerintahkan untuk menghentikan penyidikan kasus itu karena kasusnya lebih mengarah ke penyidik pajak.
PT Mobile 8 Telecom diduga telah melakukan manipulasi atas transaksi penjualan produk telekomunikasi antara lain telepon seluler dan pulsa kepada distributor di Surabaya, PT DNK senilai Rp80 miliar selama 2007-2009.
Pada Desember 2007 PT Mobile 8 Telecom telah dua kali mentransfer uang, masing-masing Rp 50 miliar dan Rp 30 miliar.
Untuk mengemas seolah-olah terjadi transaksi perdagangan pihak PT Mobile 8, invoice dan faktur yang sebelumnya dibuatkan purchase order yang seolah-olah terdapat pemesanan barang dari PT DNK, yang faktanya PT DNK tidak pernah menerima barang dari PT Mobile 8 Telecom.
Pertengahan 2008, PT DNK kembali menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 Telecom dengan nilai total Rp114.986.400.000, padahal PT DNK tidak pernah bertransaksi sebesar itu, tidak pernah menerima barang dan bahkan tidak pernah melakukan pembayaran.
Diduga faktur pajak yang telah diterbitkan yang seolah-olah ada transaksi-transaksi antara PT Mobile 8 Telecom dengan PT DNK, digunakan oleh PT Mobile 8 Telecom untuk pengajuan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada kantor Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya, supaya masuk bursa di Jakarta.
Pada 2009, PT Mobile 8 Telecom menerima pembayaran restitusi sebesar Rp 10.748.156.345, yang seharusnya perusahaan tersebut tidak berhak atau tidak sah penerimaan kelebihan pembayaran pajak tersebut.