Presiden Jokowi: Baru 2,5 Persen Wajib Pajak Ikut Tax Amnesty

Presiden Joko Widodo menegaskan kalau program tax amnesty tidak mungkin ada begitu sudah dibuka keterbukaan informasi.

oleh Liputan6 diperbarui 08 Des 2016, 11:35 WIB
Presiden Joko Widodo menegaskan kalau program tax amnesty tidak mungkin ada begitu sudah dibuka keterbukaan informasi.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan program pengampunan pajak atau tax amnesty tidak mungkin akan diulang. Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk menggunakan kesempatan itu.

Jokowi kembali menyosialisasikan program tax amnesty periode II pada Rabu, 7 Desember 2016. Kali ini, sosialisasi dilakukan di Bali yang merupakan provinsi ketiga pada periode kedua program tax amnesty setelah Makassar, Sulawesi Selatan dan Balikpapan, Kalimantan Timur.

Di depan pelaku usaha dari Bali dan Nusa Tenggara yang hadir di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Presiden Jokowi meyakinkan kalau program tax amnesty ini merupakan program terakhir sebelum era keterbukaan informasi diberlakukan pada 2018.

Oleh karena itu, Jokowi menyerukan agar program ini dapat dimanfaatkan. "Saya ajak bapak-ibu gunakan kesempatan ini karena tidak mungkin ada tax amnesty begitu sudah dibuka keterbukaan informasi," ujar Jokowi mengutip laman Antara, seperti ditulis Kamis (8/12/2016).

Jokowi merasa perlu melanjutkan sosialisasi secara langsung karena capaian tax amnesty yang masih tergolong rendah. Jokowi menuturkan, deklarasi dana repatriasi telah mencapai Rp 3.980 triliun dengan total tebusan Rp 143 triliun.

"Oleh sebab itu kenapa saya turun sendiri untuk menyadarkan kita semuanya betapa pentingnya uang-uang itu bagi negara. Oleh karena itu, saya datang sendiri, datang sendiri pakai jas lagi. Biasanya saya pakai baju putih mau ikut ke kampung mau ke desa. Khusus tax amnesty saya pakai jas. Supaya ikut semuanya, supaya bayar semuanya," ujar Jokowi.

Dalam kesempatan itu, Jokowi menegaskan pentingnya partisipasi masyarakat untuk menyukseskan program tersebut. Lantaran dana yang terkumpul nantinya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan di berbagai sektor.

"Total wajib pajak 20 juta, baru 480 ribu yang ikut tax amnesty. Hanya 2,5 persen. Hanya 2,5 persen. Kecil sekali, bayangkan kalau separuh saja dari wajib pajak kita ikut tax amnesty, tidak perlu pinjam uang dari luar negeri. Tidak perlu rebutan investasi," tutur dia.

Adapun capaian penerimaan amnesti pajak di Bali, digabung bersama Nusa Tenggara, Papua dan Maluku mencapai Rp 1,4 triliun dari sekitar 23 ribu jumlah Wajib Pajak Amnesti dan 1,3 juta Wajib Pajak SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan).

Presiden Jokowi juga mengingatkan, di tengah perlambatan ekonomi dunia yang tengah terjadi saat ini, seluruh negara memperebutkan arus uang masuk, demikian halnya dengan Indonesia.

Namun Presiden mengatakan sesungguhnya potensi kekayaan nasional masih cukup baik, hanya masih terparkir di luar negeri.

"Padahal masih banyak sekali uang kita sendiri yang berada di luar negeri. Catatan yang ada di Menteri Keuangan Rp 11 ribu triliun," ujar Jokowi.

Dengan sosialisasi tax amnesty di Bali, provinsi dengan jumlah kunjungan wisatawan tertinggi di Tanah Air, diharapkan penerimaan pajak dapat meningkat terutama dari sektor pariwisata.

Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam paparannya mengatakan, pajak merupakan salah satu instrumen untuk mengurangi kesenjangan antar-daerah guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Dilihat dari segi penerimaan pajak, pulau-pulau padat penduduk menghasilkan pemasukan dari sektor Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih besar dibanding pulau-pulau dengan jumlah penduduk lebih sedikit.

Untuk itu, agar tidak terjadi kesenjangan antar-daerah, dilakukanlah distribusi pajak dari daerah dengan penghasilan pajak yang lebih tinggi ke daerah dengan penghasilan pajak yang lebih rendah.

Menurut data Kementerian Keuangan misalnya, jumlah penerimaan PPh dan PPN di Pulau Jawa yang memiliki belanja APBD sebesar Rp 383,61 triliun mencapai Rp 737,65 triliun atau 81,3 persen secara nasional dengan Dana Transfer, yaitu dana yang dialokasikan oleh pemerintah pusat sebesar Rp 198,3 triliun (27,0 persen).

Sementara itu, di Papua dan Maluku yang memiliki belanja APBD sebesar Rp 64,86 triliun, hanya dapat menghasilkan PPh dan PPN sebesar Rp 4,77 triliun (1,6 persen).

Oleh karena itu, pulau-pulau di timur Indonesia tersebut mendapatkan Dana Transfer dari pusat mencapai Rp 144,7 triliun (19,7 persen).

Maka dengan belanja APBD sebesar Rp53,74 triliun, penerimaan PPh dan PPN di Bali dan Nusa Tenggara tercatat sebesar Rp 3,96 triliun (1,4 persen) dengan perolehan Dana Transfer sebesar Rp 38,8 triliun (5,3 persen).

Untuk lebih mengoptimalkan penerimaan pajak, pemerintah menyelenggarakan Program Amnesti Pajak yang saat ini telah masuk di periode II (1 Oktober - 31 Desember 2016).

Adapun perkembangan hasil Amnesti Pajak, menurut Direktorat Jenderal Pajak per 3 Desember 2016, total harta yang dideklarasikan telah mencapai Rp 3.972 triliun dengan jumlah tebusan Rp 95,261 triliun.

Jakarta dan Pulau Jawa menduduki posisi pertama dan kedua penyumbang dana tebusan dengan masing-masing Rp 52,5 triliun dan Rp 29,7 triliun.

Sementara Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku, tergabung dalam satu grup dan berkontribusi menyumbang dana tebusan sebesar Rp 1,4 triliun.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya