Liputan6.com, Pekanbaru - Beberapa tahun belakangan, sejak Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pekanbaru dijabat Sumarsono hingga pejabat sekarang, Idianto, hampir tidak ada penanganan kasus dugaan korupsi yang naik ke penuntutan atau maju ke persidangan Tipikor di Pekanbaru, Riau.
Padahal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Riau sebagai daerah rawan korupsi dan menjadikan Negeri Lancang Kuning itu sebagai daerah binaan KPK pada tahun ini.
Memang selama ini, beberapa jaksa di Kejari Pekanbaru menyidangkan kasus korupsi di pengadilan. Hanya saja, kasus tersebut berasal dari penyidikan yang ditangani Unit Tipikor di Satuan Reserse Kriminal Polresta Pekanbaru.
Baca Juga
Advertisement
Fakta ini tentu saja membuat Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau Uung Abdul Syakur heran. Ketika berbincang dengan sejumlah wartawan di ruang Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Selasa, 6 Desember 2016, Uung bahkan sempat memeriksa data rekapitulasi Intelijen Kejati Riau.
"Ah masak iya enggak ada. Penyelidikan ini ada, penyidikan ada, kalau penuntutan iya ya, memang tidak ada," tutur pria yang baru menjabat menjadi Kajati Riau ini.
Terkait hal itu, Uung berjanji bakal mengevaluasi kinerja jajarannya di Kejari Pekanbaru. Menurut dia, sangat aneh ketika tidak ada kasus korupsi yang ditangani di ibu kota Provinsi Riau.
"Ini akan menjadi bahan evaluasi. Namun bagaimanapun, ini tanggung jawab ke saya. Apalagi di sana sudah ada anggaran untuk penanganan kasus," Uung menegaskan.
"Kalau memang tidak ada aneh juga, apalagi Kejari ini berada di kota," dia menambahkan.
15 Kasus 'Abadi'
Berdasarkan data penanganan korupsi, Kejari Pekanbaru dinyatakan menangani tujuh kasus dalam penyelidikan dan delapan kasus dalam penyidikan. Hanya saja tidak dijelaskan kasus apa saja. Di data itu juga tertera tidak ada satu pun kasus naik ke penuntutan atau disidangkan, hingga akhir November lalu.
Selama ini, Kejari Pekanbaru, baik itu bagian Pidana Khusus maupun Intelijen pernah menangani atau menyelidiki dugaan korupsi hibah atau Bansos di Pemerintah Kota Pekanbaru.
Hanya saja, kasus tersebut seolah buka-tutup dari masa ke masa, dari satu pejabat ke pejabat Kajari lainnya. Misalnya saja, kasus hibah tahun 2012 di Pemkot. Pada zaman Kajari Soemarsono, kasus ini diselidiki, kemudian dihentikan. Pergantian berikutnya, kasus ini dibuka kembali.
Saat itu, Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru Syukri Harto dan pejabat lainnya pernah bolak-balik ke ruang pemeriksaan. Namun kasus ini tak jelas ujungnya.
Pergantian pejabat berikutnya, dari Edy Birton ke Idianto, kasus ini kembali digelar. Namun, hingga kini tidak jelas, apakah kasus ini sudah dinaikkan ke tahap penyidikan yang menjerat tersangka.
Bukannya naik ke penyidikan, kasus yang ada selama ini dihentikan penyidikannya dengan alasan tidak cukup bukti. Misalnya saja, pengadaan tenda di rumah dinas Wali Kota Pekanbaru seharga miliaran rupiah, restribusi pelabuhan Pemko Pekanbaru, dan lainnya.
Sementara kasus yang berjalan di tempat di antaranya, pengadaan mobil dinas untuk Gubernur dan Wakil Gubernur Riau, pengadaan buku di perpustakaan wilayah Riau, pembangunan chiller genset di Sport Center Rumbai dan dugaan pengadaan olahraga untuk Pekan Olahraga Pelajar Nasional.
Advertisement
Aset Miliaran
Sementara itu, sepanjang 2016, Kejati Riau bersama jajaran di Kejaksaan Negeri yang ada di setiap kabupaten mengklaim telah menyelamatkan Rp 21,5 miliar lebih keuangan negara dari tindak pidana korupsi. Jumlah itu terdiri dari uang tunai dan aset yang disita dari setiap kasus yang ditangani.
Menurut Uung, jumlah itu merupakan hasil penanganan 90 perkara yang ditangani Kejati Riau dan jajaran Kejari setiap kabupaten di Riau. Jumlah itu juga termasuk perkara yang berasal dari kepolisian.
"Dari 90 itu, sebanyak 54 perkara dari kejaksaan, sedangkan 36 dari kepolisian. Dari kepolisian, penuntutannya tetap dilimpahkan ke kejaksaan," sebut Uung didampingi Asisten Intelijen Kejati Riau, Muhammad Naim.
Hanya saja, Uung tidak merincikan berapa jumlah pasti uang tunai dan aset ataupun benda yang disita oleh Pidana Khusus Kejati Riau dan jajarannya di Kejari.
Selain itu, Uung juga menyebut pihaknya berhasil mengumpulkan uang Rp 8,9 miliar dari pidana tambahan berupa denda dan uang pengganti kerugian negara dari setiap kasus yang ditangani.
"Itu uang hasil dinas berupa denda dan pengganti. Biasanya ditetapkan majelis hakim dalam putusannya. Semuanya dititipkan kepada kas negara," kata Uung.
Terkait puluhan kasus yang ditangani pihaknya, Uung menyebut ada 34 kasus dalam tahap penyelidikan dan 47 dalam penyidikan. Sementara perkara yang sudah dieksekusi berjumlah 48.
Di samping itu, untuk menunjang keterbukaan informasi publik terkait penanganan perkara, Uung berjanji membuat jajarannya menjadi melek media atau tidak anti dengan wartawan.