Liputan6.com, Los Angeles - "Tak pernah seumur hidupku, aku mendapatkan penghinaan seperti itu," kata Danise Albert, seorang ibu dengan dua anak.
Suatu hari, ia melakukan penerbangan dari Bandara Los Angeles menuju New York. Namun, menurut Albert, pemeriksaan pihak bandara LAX telah 'melampaui batas'.
Seperti dikutip dari News.com.au, Kamis (8/12/2016), perempuan 45 tahun yang tengah menjalani terapi pengobatan kanker payudara itu membawa krim medis di dalam tasnya.
Selain itu, akibat operasi lumpectomy -- pengangkatan kanker belum ganas -- pada payudaranya, dokter memasangkan alat medis port yang terbuat dari logam di dalam dadanya.
Saat pemeriksaan di bandara, alat pemeriksaan mendeteksi adanya logam yang tertanam di dalam tubuh Danise. Akibatnya petugas LAX terpaksa meminta ibu itu untuk melepaskan sepatunya dan diperiksa secara manual.
Namun Danise tak bisa berdiri di lantai bandara tanpa menggunakan alas kaki akibat luka pada kakinya. Petugas kemudian mempersilakan calon penumpang itu untuk duduk dan memulai pemeriksaan.
Menurut ibu dua anak tersebut petugas 'melampaui batas' dalam pemeriksaan. mereka 'meraba' tubuhnya dari kepala hingga kaki. Kemudian kemanan LAX menyadari bahwa perempuan yang bekerja di stasiun televisi itu menggunakan wig.
Mereka meminta penderita kanker itu untuk melepaskan rambut palsunya, padahal perempuan itu tak pernah keluar rumah tanpa wig.
Rekaman kejadian tersebut yang diabadikan oleh sesorang yang diduga berada di lokasi kejadian, ramai diperbincangkan di Facebook. Video itu memperlihatkan seorang petugas wanita memeriksa bagian belakang tubbuh Danise, paha, hingga batas mata kakinya.
"Mereka tak mau menolongku. Petugas itu memegang bagian belakangku, dan memasukkan tangannya secara pakasa ke dalam celana jinsku. Kemudian mereka memintaku untuk masuk ke dalam ruangan, namun tidak mengizinkanku memakai boots. Aku tak bisa berjalan telanjang kaki, luka di kakiku bisa terinfeksi," kata Danise.
Advertisement
"Ketika mereka bertanya kenapa mereka melakukan hal itu kepadaku, petugas itu hanya menjawab karena aku ingin membawa obatku ke dalam pesawat," tambah ibu dua anak itu.
Namun semua itu menjadi di luar batas ketika petugas mencoba untuk memegang payudara Danise. Menurut keterangan Transport Safety Administration (STA), petugas diharuskan untuk lembut dan bertanya terlebih dulu kepada penumpang apakah mereka memiliki area sensitif atau tidak.
Danise mengatakan bahwa dia telah memberi tahu petugas pemeriksaan bahwa payudaranya sakit. Namun mereka tidak mau mendengarkannya.
"Anda tak bisa memegang bagian itu, tak bisa, maaf," kata Danise.
"Kenapa?," jawab petugas itu.
"Aku menderita kanker payudara. Ada alat medis yang dimasukkan ke dalam dadaku. Anda tak bisa memegang bagian itu," jawab Danise.
"Tapi, ini bagian dari prosedur. Kami harus memastikan semuanya aman. Kami hanya akan menggunakan bagian punggung tangan dan tidak akan menekan dengan kuat. Kami harus memeriksanya," balas petugas itu.
Kesal, Danise kemudian mengangkat bajunya di depan umum, sehingga petugas bisa melihat payudaranya dan logam yang dipasangkan di bagian tersebut. Terkejut, petugas kemudian memanggil polisi bandara.
Akhirnya Danise dibawa ke sebuah ruangan tertutup, dan kembali diperiksa. Bahkan tasnya yang telah melewati pemeriksaan x-rays harus dibongkar oleh petugas.
"Penghinaan itu belum berakhir. Mereka mengacak-acak tasku dan membuat lelucon. Mereka menemukan bulu mata palsu dalam tasku, lalu aku mengatakan pada mereka aku tak punya bulu mata akibat menjalani terapi penyakitku," ujar Danise.
Pengalaman 'penghinaan' yang didapatkan oleh Danise kini tengah ditelusuri dan diselidiki lebih lanjut oleh pihak TSA. Danise juga menyebutkan bahwa dia mendapatkan telepon permintaan maaf dari pihak bandara.
Mereka juga mengatakan akan lebih teliti dalam memberikan pelatihan kepada anggota baru, mengenai bagaimana caranya menangani penumpang dengan kebutuhan khusus atau yang yengah menjalani pengobatan khusus.
"Aku harap tak ada yang mendapatkan pengalaman seperti yang kudapatkan," kata dia.