Liputan6.com, Jakarta Usai gempa Aceh, jalanan menuju Pidie Jaya, Aceh, terpantau padat. Belasan ambulans lalu lalang. Beberapa mobil truk penuh dengan bahan logistik berbondong-bondong datang dari arah Aceh Besar.
Di pinggir-pinggir jalan beberapa posko didirikan dengan swadaya masyarakat. Di sepanjang jalan Panti Raja menuju pasar Tringgading, reruntuhan bangunan teronggok begitu saja.
Advertisement
Ruko-ruko retak, roboh dan bahkan rata dengan tanah setelah gempa Aceh. Tak tampak ada evakuasi di sana. Namun, dua alat berat tengah bekerja.
Posko-posko ini didirikan oleh warga dusun dan kampung. Masyarakat berkumpul di posko yang dibangun memakai bambu dan terpal seadanya. Mereka saling berbicara dalam bahasa Aceh. Menanyakan kabar di mana sanak saudaranya. Berbagi aliran listrik di genset yang sengaja dihidupkan di posko-posko tersebut.
Dari pantuan Liputan6.com, Kamis (8/12/2016) di lokasi, hampir setiap kampung memiliki posko-posko kecil. Semua logistik, berupa beras, bahan makanan ditumpuk di tempat tersebut.
Tak hanya sebagai tempat logistik bantuan, beberapa posko juga dijaga pemuda-pemuda yang berdiri di tengah jalan. Mereka membawa kotak kardus bekas sebagai tempat sumbangan bagi orang yang melintas.
Akses menuju Pidie Jaya yang merupakan daerah terdampak paling parah, bisa ditempuh melalui jalur darat dengan perjalanan sekitar 3 sampai 4 jam. Sebab jalanan retak, terbelah dan ambles jadi faktor yang memperlambat arus lalu lintas. Belum lagi, beberapa jembatan juga rusak dan hanya bisa dilalui satu kendaraan akibat gempa Aceh tersebut.