Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Pada perubahan ini, ada beberapa tambahan proyek yang diusulkan masuk dalam proyek strategis nasional, mulai dari Pelabuhan Benoa, Bali, hingga pengembangan pesawat jarak menengah N245 dan R80.
"Akan ada revisi Perpres mengenai proyek strategis nasional," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro saat ditemui di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (8/12/2016).
Perubahan aturan ini, lanjut Bambang, karena ada penambahan proyek yang akan masuk dalam proyek strategis nasional.
"Jadi proyeknya pasti nambah. Skema pembiayaan proyek infrastruktur non APBN akan menjadi bagian integral dan kita bisa langsung mendorong proyek 100 persen dikerjakan oleh swasta atau BUMN tanpa ada intervensi dari APBN," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Suprasetyo mengusulkan Pelabuhan Benoa dan pengembangan Bandara Syamsuddin Noor di Banjarmasin masuk dalam proyek strategis nasional.
"Ada dua tadi yang diusulkan Pelabuhan Benoa dan bandara di Banjarmasin. Tapi ini usulan dari Angkasa Pura I dan Pelindo III, tapi Kemenhub belum merekomendasikan karena masalah lahan, Pelabuhan Benoa juga belum ada rekomendasi dari Gubernur," dia menerangkan.
Baca Juga
Advertisement
Suprasetyo mengatakan, Kemenhub akan melakukan diskusi dengan Angkasa Pura I dan Pelindo III terkait persoalan lahan. "Apakah lahannya akan didapat atau tidak," katanya.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan mengaku mengusulkan proyek pesawat jarak menengah masuk proyek strategis nasional.
"Kami usulkan proyek pengembangan pesawat CN235 menjadi N245 serta proyek pesawat R80 berkapasitas 80-100 penumpang untuk bisa masuk sebagai proyek strategis nasional," jelasnya.
Putu mengatakan, pesawat N245 dikembangkan PT Dirgantara Indonesia (DI) dan pengembangan R80 oleh PT Regio Aviasi Industri (RAI) yang dikomandani Ilham Habibie. Menurutnya, kedua proyek pengembangan pesawat ini perlu diperhatikan pemerintah supaya mengurangi impor pesawat jarak menengah dari negara lain.
"Lokasi kita belum tahu, yang jelas supaya dapat dukungan pemerintah dulu karena kita harus punya kemandirian dalam pengadaan pesawat jarak menengah. Jangan sampai pesawat jenis ini 100 persen impor," tegas Putu.
Lebih jauh dikatakannya, PT DI dan RAI perlu membuat desain rekayasa teknis (engineering design) maupun studi kelayakannya. Sementara pemerintah dapat menyiapkan fasilitas uji dan jaminan karena menjadi bagian dari kepentingan nasional sehingga pihak yang berminat investasi mendapat kepastian.
"Semua proyek pengembangan ini akan dimulai 2017, bikin prototype darat dan udara yang mendapat approval dan diharapkan bisa mulai terbang di akhir 2019," tandas Putu. (Fik/Gdn)