Survei: 87,1% Warga Belum Tonton Video Ahok Diduga Menista Agama

Dalam survei SMRC ditanyakan apakah ucapan Ahok terkait Almaidah 51 merupakan bentuk penistaan agama.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 09 Des 2016, 09:36 WIB
Cagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyampaikan sambutan saat berada di acara penggalangan dana kampanye di Jakarta, Minggu (27/11). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SRMC) merilis hasil survei reaksi masyarakat secara nasional terhadap aksi 4 November 2016. Dalam aksi tersebut massa menuntut proses hukum terhadap gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok atas dugaan penistaan agama.

Dalam survei itu ditanyakan setuju atau tidak bahwa ucapan Ahok tentang Surat Al Maidah adalah ucapan yang menghina atau menistakan agama Islam. Hasil survei menyebutkan 45, 2 persen mengaku setuju ucapan Ahok itu menistakan agama.

"Sebanyak 45,2 persen setuju ucapan Ahok menghina atau menistakan agama Islam. Lalu 21,5 persen menyatakan tidak setuju dan 33,3 persen menyatakan tidak tahu," kata Saiful di Hotel Century Atlet Senayan Jakarta, Kamis Desember 2016.

Dalam survei itu, pihaknya juga menanyakan masyarakat yang sudah menonton video Ahok secara lengkap di Kepulauan Seribu. Hasilnya menyebutkan, 87,1 persen belum pernah menonton video lengkap Ahok di Kepulauan Seribu.

"87,1 persen warga belum pernah menonton, dan hanya 12,9 persen warga yang pernah menonton video ucapan Ahok," ucap Saiful.

Ditunggangi

Terkait dengan aksi demo 4 November 2016, pendiri SMRC Saiful Mujani mengungkapkan ada 40,7 persen masyarakat percaya aksi 411 itu penuh dengan kepentingan.

Hal itu didasarkan atas survei dengan tema 'Protes Massa dan Kepemimpinan Nasional, Sebuah Evaluasi Politik' yang dilakukan pada 22 hingga 28 November 2016.

"Sebanyak 40,7 persen masyarakat percaya. 23,4 persen menjawab tidak percaya, sementara 35,9 persen menjawab tidak tahu," ujar Saiful.

Dia menuturkan aksi itu sudah menjadi isu nasional. Meski titik permasalahan ada di Jakarta, namun tingkat partisipasi massa tersebar hingga menjadikan aksi itu sebagai masalah nasional.

"Kami bertanya, apakah bapak atau ibu mengetahui ada demo pada 4 November? 79 persen menjawab tahu, 21 persen menjawab tidak. Dugaan kita bahwa demo itu bersifat nasional, betul," ucap dia.

Dalam survei itu, framing masalah penelitian yang digunakan yaitu terkait ucapan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tentang surat Al Maidah ayat 51 yang dinilai sebagian orang sebagai penistaan agama.

"Kemudian sasarannya menjadi meluas, framingnya bukan hanya Al Maidah, muncul framing lain bahwa Presiden melindungi Ahok dari kemungkinan dia dipidana, dipenjara. Isunya logis, orang pun meminta Presiden tidak intervensi," papar dia.

"Kesan besar dan kuat yang muncul, legitimasi Presiden dipersoalkan. Di mana mereka pernah kerja sama, logis kalau masyarakat mikir Presiden mungkin lakukan intervensi," sambung dia.

‎Meski demikian, Saiful mengatakan aksi itu bukan merupakan protes masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi. Sebab, mayoritas masyarakat merasa puas dengan kepemimpinan Jokowi. ‎‎

"Masyarakat puas, tidak ada hubungan demo dengan Jokowi. Kalau ada yang mengaitkan, itu hanya mengait-ngaitkan," Saiful menandaskan.

Populasi survei SMRC ini menyasar seluruh warga negara Indonesia berusia 17 tahun. Populasi dipilih secara random (multistage random sampling) 1.220 responden. Kemudian, respons yang diwawancarai valid sebesar 1.012 atau 83 persen dengan margin of error sebesar sekitar kurang lebih 3,1 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Responden dipilih secara tatap muka dilakukan selama 22 November hingga 28 November 2016.

Quality Control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20 persen dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam Quality Control itu tidak ditemukan kesalahan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya