Sejumlah Potensi Masalah di Pilkada 2017 Versi Mendagri Tjahjo

Rangkaian tahapan Pilkada Serentak 2017 pada 101 daerah provinsi dan kabupaten/kota telah dimulai sejak 3 Agustus 2016 lalu.

oleh Liputan6 diperbarui 09 Des 2016, 11:45 WIB
Mendagri Tjahjo Kumolo saat menghadiri rapat pleno terbuka penetapan Cagub dan Cawagub DKI Jakarta, Senin (24/10). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pilkada Serentak 2017 semakin dekat. Masa kampanye telah berjalan. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam rapat kerja teknis dengan Polri beberapa waktu lalu memaparkan sejumlah potensi permasalahan yang harus diantisipasi melalui pendekatan fungsi intelijen keamanan.

Pertama, daftar pemilih masih selalu jadi masalah atau dimasalahkan. "Namun tidak sekali pun instrumen-instrumen penegakan hukum pernah memutuskan hukuman kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab," kata Tjahjo dalam dokumen yang diterima Liputan6.com, Jumat (9/12/2016).

Kedua, data potensial pemilih pilkada serentak 2017 yang belum memiliki KTP elektronik (e-KTP). Kondisi ini terjadi di beberapa daerah, seperti di Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, Kota Salatiga, dan Kota Batu. Ini akan mengganggu proses penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Ketiga, belum tercapainya optimalisasi peran dan fungsi lembaga pengawas pemilu. Meski demikian, di sejumlah hal menyangkut mekanisme penyelesaian sengketa administrasi pemilu sudah terlihat, terutama dalam pilkada serentak 2015.

Keempat, meningkatnya pertanyaan mengenai isu kemandirian, integritas, dan kredibilitas penyelenggara pemilu. "Walau hal ini tidak mewakili seluruh permasalahan para penyelenggara/petugas pemilu kita," kata Tjahjo.

Kelima, partisipasi masyarakat/pemilih setelah pemilu untuk menjadi penyeimbang bagi penyelenggara negara hasil pemilu (elected officials), kecuali di saat tibanya musim-musim kampanye dan pada Hari H Pemilu atau voting day.

Keenam, keterlibatan masyarakat dalam proses-proses elektoral masih tampak di satu sisi sekadar hadir di TPS pada Hari H Pemilu. "Di sisi lain selebihnya sekadar pasivitas politik saat kampanye atau Hari H tersebut," kata Tjahjo Kumolo.

Ketujuh, partai politik hanya hadir di setiap atau menjelang saat pemilu, tetapi kosong di sisa waktu usai hingga pemilu kembali digelar. Padahal, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik mewajibkan partai untuk melakukan pendidikan politik.

Kedelapan, provinsi yang memiliki karakteristik lokal tersendiri di Indonesia, permasalahan nonpemilu (non-elektoral) menjadi beban tersendiri bagi proses pemilu dan penyelenggara pemilu kita.

Kesembilan, tidak efektifnya penegakan hukum tindak pidana pemilu dengan berbagai macam permasalahan, baik faktor teknik maupun faktor nonteknik.

Kesepuluh, isu-isu krusial, paling aktual adalah munculnya isu Sara seperti kasus dugaan penistaan agama oleh salah satu calon Gubernur DKI, seperti politik uang, dana kampanye, abuse of power, netralitas politik birokrasi dan mobilisasi ASN (Aparatur Sipil Negara) masih merupakan ancaman terhadap integritas pemilu.

Kesebelas, dengan daya dukungan untuk optimalisasi pelaksanaan pengamanan pilkada serentak 2017, masih terdapat beberapa daerah yang belum melakukan penandatanganan NPHD untuk pengamanan pilkada serentak 2017.

Terakhir, merujuk pengalaman di lapangan terkait pemilu, perlu dibuat peraturan yang lebih rinci. Tidak hanya untuk penyelenggara pemilu, tetapi juga pengaturan dan mekanisme penegakannya terhadap para peserta pemilu dalam wujud code of conduct.

Rangkaian tahapan pilkada serentak 2017 telah dimulai sejak 3 Agustus 2016. Pilkada akan dilangsungkan di tujuh provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota.

Pemungutan suara digelar Rabu, 15 Februari 2017.  Terdapat 333 bakal pasangan calon yang telah mendaftar, meliputi  253 pasangan calon yang diusung partai politik, serta 80 pasangan calon yang maju melalui jalur perseorangan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya