Liputan6.com, Nusa Dua - Bali Democracy Forum IX telah memasuki hari kedua. Dalam panel pertama forum diskusi yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu) itu, sejumlah hal yang terjadi di Eropa menjadi fokus utama.
Hal tersebut disampaikan oleh ketua panel diskusi pertama Hassan Wirajuda, yang membahas soal Promoting Democracy and Religious Harmony in Responding to the Challenges of Pluralism.
Advertisement
"Bayangkan Eropa dengan negara-negara tua, yang berusia lebih dari 300 tahun, tapi dengan tren globalisasi kemudian terjadi migrasi dalam jumlah besar," ujar Hassan Wirajuda kepada awak media di Bali International Convention Center pada Jumat (9/12/2016).
Menurut keterangan Mantan Menteri Luar Negeri itu, tahun lalu terdapat 1,2 juta pengungsi dari Timur Tengah dan Afrika Utara yang masuk ke Eropa. Sejumlah negara di benua itu pun mendirikan tembok untuk menghalangi masuknya imigran.
Namun Hassan mengingatkan, masih ada 70 juta pengungsi yang masih bergerak ke seluruh dunia. Ia juga menyebut bahwa tembok-tembok yang dibangun di Eropa tidak akan efektif.
Menurut dia, hal tersebut terjadi karena masih ada tugas untuk menyelesaikan konflik di berbagai belahan dunia, yang merupakan penyebab orang-orang harus meninggalkan tempat tinggalnya.
Kedua, kita masih harus berupaya untuk mengurangi kesenjangan antara kemakmuran di negara maju dan kemiskinan di negara berkembang, yang dinilai Hassan bukan hal mudah.
Pria yang lahir pada 9 Juli 1948 itu juga menyebut bahwa Indonesia bisa belajar dari Eropa terkait hal tersebut.
"Kita bisa belajar yang dihadapi oleh Eropa sebagai bangsa tua, yang konsep bangsanya sendiri sudah mulai terancam, baik dari luar tapi juga dari dalam," ujar Hassan.
Sebagai bangsa yang berusia 308 tahun, Inggris harus menghadapi tuntutan Irlandia Utara yang mendesak memisahkan diri. Sementara itu, Spanyol yang telah berdiri selama 305 tahun juga mengalami masalah serupa dengan Catalunya yang mendesak untuk merdeka.
"Sebagai bangsa yang relatif muda, Indonesia masih menghadapi tuntutan separatis. Meski sebagian besar sudah terselesaikan, tapi juga membangun bagaimana kohesi kita sebagai bangsa yang majemuk menjadi satu tantangan," pungkas Hassan.