Pengacara Sebut Ada Kejanggalan OTT Wali Kota Cimahi

Penetapan tersangka ini merupakan hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan Tim Satgas KPK pada Kamis 1 Desember 2016 malam.

oleh Oscar Ferri diperbarui 10 Des 2016, 08:05 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Atty Suharti Tochija, Andi Syafrani menyebut ada kejanggalan atau keanehan dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya. Atty ditangkap KPK bersama suaminya, Itoch Tochija serta dua pengusaha.

Andi mengungkapkan, keanehan atau kejanggalan itu adalah tidak ditemukannya barang bukti berupa uang tunai. Apalagi sangkaan yang dikenakan adalah dugaan suap terkait pembangunan tahap II Pasar Atas Baru Cimahi‎.

"Ini adalah OTT yang terjadi dan dilakukan KPK tanpa ada alat bukti uang tunai, untuk kasus dugaan suap," ujar Andi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 9 Desember 2016.

‎Kata Andi, bukti yang KPK sampaikan ke media massa hanya berupa buku rekening milik pengusaha. Selain itu, menurut informasi yang ada, orang-orang yang diduga KPK sebagai para pelaku tidak berkumpul di satu tempat OTT, yakni di kediaman kliennya.

"Beberapa orang dipanggil dari tempat terpisah dan tidak dalam kondisi telah melakukan apapun yang menjadi dugaan. Sehingga tidak ada bukti uang suap, sebagaimana lazimnya kejadian peristiwa OTT kasus suap selama ini," ujarnya.

Lebih jauh Andi mengatakan, pihaknya masih belum menemukan keyakinan adanya keterlibatan Atty. Baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dugaan suap yang disangkakan KPK.

"Selama ini beliau dikenal sebagai orang yang baik dan selalu berupaya taat hukum dalam menjalankan pemerintahan Kota Cimahi," kata Andi.

Atas dasar itu, lanjutnya, dia menyayangkan OTT berujung pada penetapan tersangka pada Atty yang terjadi di saat tahapan Pilkada Kota Cimahi sedang berlangsung.

Terlebih, kliennya merupakan salah satu peserta Pilkada Kota Cimahi sebagai calon petahana, di mana seharusnya melaksanakan proses kampanye sebagai hak konstitusi yang diatur dan dilindungi oleh undang-undang.

"Kejadian ini tentunya tidak hanya sangat merugikan klien kami untuk bisa mengikuti proses serta tahapan Pilkada sampai selesai, tapi juga masyarakat pemilih di Kota Cimahi secara umum, dan khususnya para pendukung Atty Suharti Tochija," ujar dia.

"Wajar rasanya bila dalam situasi seperti ini muncul pandangan dan pendapat bahwa peristiwa yang dialami klien kami tidak bisa dipisahkan dari konteks serta kepentingan adanya pertarungan politik di Pilkada Kota Cimahi," ujarnya.

Karena itu, Andi menambahkan, pihaknya akan melakukan pendampingan secara hukum kepada kliennya. Termasuk untuk pemenuhan hak-hak hukum yang melekat pada Atty sebagai tersangka.

"Tujuannya agar proses hukum ini bisa berjalan sebagaimana mestinya," ucap Andi.

Wali Kota Cimahi, Atty Suharti Tochija bersama suaminya, M Itoch Tochija resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK kasus dugaan suap pemulusan ijon proyek pembangunan tahap II Pasar Atas Baru Cimahi.

Keduanya diduga menerima suap Rp 500 juta dari dua pengusaha yang juga sudah jadi tersangka kasus ini, yakni Triswara Dhani Brata dan Hendriza Soleh Gunadi.‎ Adapun, Atty dan suaminya itu dijanjikan Rp 6 miliar oleh kedua pengusaha jika berhasil memuluskan proyek senilai Rp 57 miliar yang diketahui baru akan dibangun 2017 mendatang itu.

Penetapan tersangka ini merupakan hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan Tim Satgas KPK pada Kamis 1 Desember 2016 malam. Sejumlah orang ditangkap oleh KPK dalam OTT tersebut.

Dalam OTT itu, Tim Satgas KPK juga mengamankan buku tabungan milik pengusaha yang berisi catatan penarikan uang sebesar Rp 500 juta. Diketahui, uang Rp 500 juta sudah diberikan kepada Atty melalui Itoch yang merupakan mantan Wali Kota Cimahi dua periode tersebut.

Oleh KPK, Atty dan Itoch sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara itu, Triswara dan Hendriza selaku pemberi suap disangka dengan Pasal 5 ayat 1 dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya