Hendardi: Pasal Penistaan Agama yang Jerat Ahok Sudah Invalid

Pasal yang menjerat Ahok sudah seharusnya tidak digunakan lagi karena sudah gugur atau invalid ketika UUD 1945 dibacakan.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 10 Des 2016, 17:47 WIB
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat menerima kunjungan pemain dan kru film 3 Srikandi, Jakarta, Selasa (19/7). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tinggal menunggu sidang. Meski begitu, masih ada masalah yang dinilai cukup penting dan harus diselesaikan.

Direktur Eksekutif Setara Institute Hendardi mengatakan, kepolisian dan kejaksaan sepakat menggunakan Pasal 156 dan Pasal 156 huruf a untuk menjerat Ahok. Bagi dia, pasal ini sudah seharusnya tidak digunakan lagi karena sudah gugur atau invalid ketika UUD 1945 dibacakan.

Pada pasal 156 ada kata 'penghinaana terhadap beberapa golongan'. Menurut Hendardi kata golongan yang dimaksud dalam KUHP masih menganut filosofi melanda yang menjabarkan tiga golongan, yakni pribumi, eropa, dan timur jauh. Sehingga pasal ini sudah tidak bisa digunakan saat ini.

"Itu sudah invalid ketika UUD 1945 dibacakan. Memalukam untuk digunakan. Kenyataan masih digunakan pasal ini. Seharusnya ukuran negara maju pasal ini tidak digunakan (untuk kasus Ahok)," kata Hendardi dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/12/2016).

Ahok dijerat dengan 2 pasal yakni Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP. Pasal 156 berbunyi 'Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara'.

Sedangkan, Pasal 156a disebutkan 'Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa'.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya