Liputan6.com, Kapuas - Sejumlah komponen masyarakat berkolaborasi menghelat acara akhir tahun di Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, 9-12 Desember 2016. Kali ini, gawai diusung dengan tajuk Festival Makanan Tradisional dan Pengembangan Desa Hijau.
Pesta ini sebagai bentuk stimulus bagi masyarakat desa untuk menampilkan produk dari pengolahan kekayaan sumberdaya alam. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi ajang untuk menampilkan keberagaman nilai budaya yang menjadi identitas lokal.
Baca Juga
Advertisement
Beberapa komponen masyarakat sipil turut lebur dengan pemerintah daerah. Mereka adalah Riak Bumi, PRCF-Indonesia, Dian Tama, Perkumpulan Kaban, Lanting Borneo, Serakop Iban Perbatasan (SIPAT), Forina, Aliansi Organik Indonesia (AOI) dan WWF-Indonesia.
Menurut Ketua Panitia Festival Makanan Tradisional dan Pengembangan Desa Hijau, Indra Prasetyo, kegiatan ini selaras dengan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat desa berbasis kearifan tradisional. Sedangkan, program pemerintah pusat juga sudah menjadikan Kabupaten Kapuas Hulu sebagai kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN).
"Kapuas Hulu membutuhkan program-program yang konkret. Salah satunya pengembangan desa hijau yang dikelola berbasis pengetahuan dan kearifan tradisi masyarakat," ujar Indra, dalam keterangan pers yang diterima di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat, 9 Desember 2016.
Asisten I Bidang Pemerintahan Kabupaten Kapuas Hulu, Frans Leonardus, menyebut saat ini bangsa Indonesia tengah diserbu makanan serba instan. "Banyak panganan instan yang kita konsumsi sehari-hari tanpa memerhatikan higienitasnya," ucap Frans.
Festival makanan tradisional, kata Frans Leonardus menjadi pilihan utama dalam kegiatan ini, mengingat potensi sumberdaya alam yang kaya di Bumi Kapuas Hulu. Sebagian besar dimanfaatkan masyarakat desa sebagai pendukung ketersediaan pangan.
"Beragam bahan baku pangan tersebut kemudian diolah sedemikian rupa menjadi sebuah kuliner tradisional khas dan dapat dinikmati banyak orang sebagai wisata kuliner," kata Frans.
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Yayasan Raik Bumi, Valentinus Heri, promosi kuliner tradisional merupakan salah satu bentuk kegiatan masyarakat dalam mengembangkan desa hijau.
"Selain memiliki keunggulan khusus, makanan dari sumber pangan di hutan juga memiliki cita rasa dan nilai kesehatan yang baik karena diolah dari bahan alami," ujar Heri.
Heri menyatakan, tradisi tersebut sejalan dengan tren gerakan dunia belakangan ini yang mengampanyekan slow food sebagai antitesis dari budaya fast food. Fast food atau makanan cepat saji dianggap memiliki dampak buruk bagi kesehatan yang dampak besarnya berpengaruh pada penurunan kualitas hidup.
Kapuas Hulu Siap 'Disulap' Jadi Desa Hijau
Kapuas Hulu Siap 'Disulap' Jadi Desa Hijau
Sementara untuk konsep desa hijau, kata Frans Leonardus yaitu membangun desa lestari dengan mengutamakan prinsip peningkatan partisipasi masyarakat. Artinya, masyarakat menjadi pelaku utama pembangunan dalam pengelolaan sumberdaya alam di desa secara berkelanjutan.
Frans menyebut, lima desa di Kapuas Hulu yaitu Desa Melemba, Labian, Labian Ira’ang, Sungai Ajung, dan Menua Sadap akan mengadopsi konsep desa hijau. Dimulai kerangka perencanaan, kebijakan, aturan, praktik terbaik untuk menjamin sumber penghidupan masyarakat dan meningkatkan daya dukung lingkungannya.
Selaras dengan kegiatan di lapangan, Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu bersama DPRD setempat saat ini sedang menggodok regulasi mengenai pembangunan Desa Hijau 2016.
Tentu hal ini merupakan inisiatif yang baik dari pemerintah daerah dan legislatif untuk memberikan landasan hukum dan ruang gerak yang jelas dan terbuka bagi setiap desa untuk bisa menerapkan praktik pembangunan berkelanjutan.
Hulu Kapuas Landscape Leader, WWF-Indonesia Program Kalbar Anas Nasrullah, mengatakan, kegiatan ini bertujuan mengintegrasikan berbagai hasil kegiatan berbasis masyarakat. Salah satunya, pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan (lestari).
"Selama ini sudah dilakukan oleh berbagai komponen kelembagaan di Kabupaten Kapuas Hulu, termasuk pemerintah daerah maupun pemerintah desa," ucap Anas.
Anas menambahkan, sebagai kabupaten konservasi, Kapuas Hulu memiliki pendekatan pembangunan yang berorientasi pada prinsip kelestarian atau keberlanjutan. Penguatan kapasitas masyarakat desa merupakan salah satu wujud dukungan dari multi pihak terhadap penetapan kabupaten konservasi tersebut.
Anas menyebut, wujud dukungan itu di antaranya diimpelementasikan pada desa-desa di kawasan koridor Taman Nasional Betung Kerihun – Danau Sentarum. Desa-desa tersebut didorong untuk memiliki orientasi pembangunan desa hijau, yang senada dengan tema kegiatan saat ini, yakni meneguhkan mimpi desa hijau dan mandiri.
"Festival Makanan Tradisional dan Pengembangan Desa Hijau, ini sebagai upaya mempromosikan berbagi pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan," tegas Anas.
Anas menambahkan, promosi kuliner tidak hanya sekadar memperkenalkan makanan tradisional, tetapi juga mempromosikan praktik-praktik terbaik masyarakat yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan, kebersihan, dan kesehatan.
Festival Makanan Tradisional dan Pengembangan Desa Hijau, antara lain menyajikan pergelaran makanan dan minuman lokal, kerajinan masyarakat, dan pelatihan jasa lingkungan serta lokakarya desa hijau. Festival selama empat hari ini berbagai perlombaan, seperti lomba memasak, permainan dan drama anak, serta pembuatan poster.
Advertisement