Liputan6.com, Jakarta Homestay Desa Wisata semakin mendesak, untuk menyambut target wisman 15 juta orang. Sampai-sampai di Rakornas IV Kepariwisataan 6-7 Desember 2016 di Hotel Sultan, Jakarta itu, Menpar Arief Yahya menyampaikan timeline yang sangat tegas dan jelas.
“Saya targetkan triwulan pertama tahun 2017, sudah terbangun 10.000 Homestay Desa Wisata, minimal di 10 top destinasi,” ucap Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI.
Advertisement
Itulah quickwin homestay desa wisata yang menjadi salah satu faktor penting dalam pengembangan destinasi pariwisata. Jika 10.000 homestay itu dipecah di 10 Bali Baru itu, maka satu titik kebagian 1.000 homestay. Itu akan sangat cepat dan mudah membangun fisiknya. Tiggal menyiapkan SDM, dan membangun budaya hospitality di masing-masing destinasi itu.
Asdep Tata Kelola Destinasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Pariwisata, Oneng Setya menyebut, Komisi II Rakornas IV Kemenpar lalu membahas terkait Homestay dan terdiri dari 3 orang akademisi, 7 orang dari pihak Bisnis dan 71 orang dari pemerintah. Kesimpulan strategisnya, untuk menggolkan target Kemenpar 2017 dengan 15 juta Wisman itu, salah satunya mempersiapkan Homestay dengan baik.
Di mana skema pendanaan pembangunan Homestay, imbuh Oneng, dilakukan dengan cara menjalankan program Kementerian PU-PERA melalui mekanisme Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dan rumah khusus (G2G).
”Ini dilakukan bekerjasama dengan Perbankan dan BUMN lainnya. Ruh-nya tetap melalui kelompok masyarakat, pelaku usaha atau koperasi dan BUMD,” ujar wanita berhijab itu.
Selain itu, masih kata Oneng, pihaknya dalam hal ini kekuatan Indonesia Incorporated yakni membuat panduan atau pedoman pengembangan Homestay terkait standarisasi fisik dan operasional pelayanan dan pengelolaan dalam kurun waktu 30 hari.
”Yang tentunya dibutuhkan komitmen pemerintah daerah, melakukan identifikasi desa wisata dan potensi wisata dengan mempertimbangkan kebutuhan supply and demand;” beber Oneng.
Selain itu, beserta jajaran terkait Kemenpar akan mempersiapkan regulasi untuk kemudahan dan pembinaan usaha homestay, dan pengembangan homestay harus dilakukan bersama-sama oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Akademisi, dan Industri.
”Dan tentunya Digital. Untuk Homestay ini, pemasarannnya kami genjot secara online dengan dilakukan melalui penyediaan sistem aplikasi ITX, airBnB, dan airyrooms,” beber Oneng.
Spirit “Indonesia Incorporated” yang bawakan oleh Menpar Arief Yahya saat Rakornas IV Pariwisata itu memang direspons sangat positif oleh semua pihak. Saah satunya adalah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Pariwisata punya homestay, Kemendesa PDT punya desa wisata.
“Maka jika dikolaborasi akan menjadi Homestay Desa Wisata yang ideal,” kata dia.
Program Homestay Desa Wisata, yang sama-sama diprogramkan tahun 2017. “Ini adalah kolaborasi yang pas. Desa dan pariwisata bersinergi membangun Desa Wisata,” ungkap Sekjen Kemendes PDTT, Anwar Sanusi, Selasa (6/12) lalu.
Desa-desa yang potensial menjadi desa wisata ternyata sangat banyak. Untuk kategori desa wisata bahari, jumlahnya mencapai 787 desa. Kategori Desa Wisata Sungai, jumlahnya mencapai 576. Desa Wisata Irigasi, angkanya menembus 165. Dan Desa Wisata Danau, jumlahnya mencapai 374.
“Itu pemetaan yang sudah kami lakukan. Destinasi mana saja yang paling siap untuk diformat menjadi Desa Wisata masih dirundingkan bersama Kementerian Pariwisata,” tambahnya.
Yang tercepat, tentu desa wisata yang connect dengan tiga greater, Bali, Kepri dan Jakarta. Selain menjadi pintu masuk utama wisman ke Tanah Air, tiga-tiganya sudah siap dengan Atraksi, Akses dan Amenitas berstandar dunia. Sekedar gambaran, saat ini Bali menyumbang 40% wisman ke Indonesia, Jakarta 30% dan Kepri 20%.
Saat ini, Indonesia punya Desa Penglipuran, Bali yang sudah mendunia. Belum lama ini, salah satu desa di Pulau Dewata itu dinobatkan menjadi salah satu desa wisata terbaik di dunia. Namanya sejajar dengan Desa Giethoorn di Belanda serta Mawlynnong di India. Kehidupan masyarakat, pola komunikasi, tradisi dan budaya lokal, kebersihan, keamanan hingga homestay, semuanya berstandar global.
“Daya tariknya memang sudah sangat kuat. Tapi ini masih harus didiskusikan lagi,” ungkapnya.
Prioritas berikutnya, bisa diambil dari desa-desa yang berada di 10 Bali Baru, atau 10 Top Destinasi. Dari Danau Toba Sumut, Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu Jakarta, Borobudur Jateng, Bromo Tengger Semeru (BTS) Jatim, Mandalika Lombok NTB, Labuan Bajo Komodo NTT, Wakatobi Sultra dan Morotai Maltara, bisa dipetakan untuk disulap menjadi desa wisata.
Atau, bisa juga jatuh pada 10 Top Destinasi Teraktif, seperti Sumatera Barat, NTB, Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Banyuwangi, Sulawesi Utara dan lainnya.
“Ini sedang kami godok. Dan bila sudah dipetakan dan dipilih, akan langsung dibangun menjadi desa wisata berstandar global,” ulasnya.
(Adv)