Liputan6.com, Jakarta - "Mau kembalian pakai rupiah atau ringgit?" kata Stefanus (36) saat melayani pembeli di salah satu wilayah pertokoan di Badau.
Pertanyaan seperti itu memang sering terdengar di Badau. Wilayah yang berada di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat ini memang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia. Tak heran, lembaran ringgit dan rupiah sering ada di laci-laci almari dagangan mereka.
Bahkan beberapa masyarakat Badau dan sekitarnya lebih sering bertransaksi menggunakan ringgit daripada rupiah. Alasannya sederhana, kebutuhan sehari-hari mereka banyak dipasok dari Malaysia dan kondisi fisik ringgit lebih layak dibandingkan rupiah.
"Karena dekat dengan Malaysia, jadi terkadang kalau mau beli pakai rupiah itu uangnya lusuh sekali, banyak coret-coret, jadi rasanya malu kalau menggunakannya, beda dengan ringgit Malaysia," ucap Stefanus ketika berbincang dengan Liputan6.com di Badau yang ditulis, Minggu (11/12/2016).
Hal ini yang menjadi alasan Bank Indonesia untuk menggencarkan penggunaan rupiah di wilayah itu. Melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak, pihaknya terus meningkatkan layanan penukaran uang atau kas keliling di wilayah perbatasan, salah satunya di Badau.
Tak mudah memang menuju Badau. Dengan kondisi akses yang belum semuanya beraspal, ditambah banyaknya lumpur di jalanan saat musim hujan, tidak cukup waktu satu kali jalan untuk sampai di Badau dari Pontianak.
Baca Juga
Advertisement
Sesekali berhenti dan menderek mobil akibat terperosok di lumpur, menyebrangi Sungai Kapuas menggunakan tongkang, membelah hutan sawit, menjadi hal biasa yang dilakukan para petugas kas keliling dari Bank Indonesia.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Barat Dwi Suslamanto menjelaskan jauhnya Badau dari pusat kota Pontianak menjadikan peredaran rupiah di wilayah itu tidak layak.
"Daerah ini kan jauh, ada sekitar 18-20 jam dari pusat kota Pontianak, otomatis sudah kami tebak kualitas uangnya tidak sebagus daerah di perkotaan," kata Dwi.
Tak hanya mengandalkan kas keliling, Bank Indonesia juga bekerjasama dengan Bank Kalimantan Barat (Kalbar) dalam menyelenggarakan Kas Titipan. Dengan program ini maka Bank Indonesia bisa menitipkan sejumlah rupiah yang layak edar untuk bisa didistribusikan ke masyarakat.
Selain Badau, tahun ini Bank Indonesia KPW Pontianak juga telah menyelenggarakan 13 kas keliling di 13 lokasi yang berbeda dengan jumlah yang sudah diedarkan mencapai Rp 29 miliar.
Dwi menjelaskan program kas keliling ini setiap tahun akan terus ditingkatkan. Rencananya pada 2017 akan ada 15 kali kas keliling dimana beberapa diantaranya akan dilaksanakan di daerah baru yang sebelumnya belum pernah dijangkau. Daerah itu salah satunya di Nanga Tayab yang berada di Kabupaten Ketapang.
"Tahun depan kami akan sasar daerah-daerah yang tidak tersentuh dengan alat transportasi biasa. Kami akan gunakan perahu atau motor yang ada gerobaknya di belakang," jelas Dwi.
Sementara itu, Kepala Cabang Pembantu Bank Kalbar unit Badau, Anwar, mengapresiasi upaya Bank Indonesia untuk terus memfasilitasi warga perbatasan yang ada di Kalbar dalam mendapatkan haknya bertransaksi menggunakan rupiah yang layak.
Dengan semakin seringnya Bank Indonesia hadir di wilayah perbatasan baik yang langsung atau melalui Bank Kalbar mampu mengembalikan kejayaan rupiah di tanah Indonesia.
"Di sini tempat penukaran resmi hanya ada satu, BRI, kebanyakan masyarakat menukarkan uangnya ya saat berbelanja di pasar-pasar," tambahnya.
Demi terus memperkuat penggunaan rupiah di perbatasan, Bank Indonesia akan terus meningkatkan sosialisasi ciri-ciri keaslian Rupiah dan Undang-Undang Mata Uang Rupiah. Sosialisasi ini dilakukan dengan menggandeng beberapa komunitas mahasiswa di Kalbar. (Yas/Gdn)